Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismillah, Menulis Seputar Hukum dan Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Megono dan Proyek Perubahan (Narasi Fiksi Kolaborasi)

18 November 2022   04:00 Diperbarui: 18 November 2022   06:33 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Megono dan Proyek Perubahan  (Narasi Fiksi Kolaborasi)

Foto Cover : Dok Pri

Foto Megono : Tokopedia, 16 Nop 2022

Jam 04.00 WIB, Cerpen Kuliner-ku yang kedua sebagai jawaban atas tantangan dari Redaksi Kompasiana untuk membuat Cerpen Kuliner ter-up load. 

Jam 06.30 WIB aku coba untuk mengingat kembali, bagaimana enaknya makan megono, pagi hari dengan nasi hangat dan tempe goreng. Ah, tapi sekarang aku sedang di Jakarta, mana mungkin aku bisa merealisasikan imajinasiku ini. Kini, tanganku menari-nari di atas tuts laptop. Kata demi kata bagai berloncatan di monitor.

Aku sandingkan analog saat istriku di Pekalongan sana membuat megono, dari penyiapan bumbu rancak seperti bawang merah dan saudaranya bawang putih,  kemiri, cabe merah dan adiknya cabe rawit, ketumbar, daun salam serai serta laos. Bumbu-bumbu ini dilembutkan, bisa dengan mixer atau ditumbuk di atas cobek batu. Setelah ditumbuh halus, bahan utama megono berupa cincangan kecil-kecil nangka muda, dikukus sekitar setengah jam. Sambil nunggu kukusan nangka muda ini matang, siapkan parutan kelapa. Nah, bila sudah selesai dan kukusan nangka muda matang, angkat dan campur aduk dengan bumbu tadi, bersamaan kemudian dengan parutan kelapa.

Sudah? Cicipin dulu, bila kurang garam tambah garam, demikian pula bisa ditambah bumbu masak penambah kelezatan. Tuntas sudah megono siap dinikmati, bersama tempe goreng sahabatnya serta kalau mau campur dengan garang asem yang juga khas Pekalongan. 

" Pasti ingat saat di trotoar minggu lalu ya, Yah. " Ucap Istriku lewat telpon. Rutin bagi perempuan itu telpon aku setelah subuhan atau sebelum aktivitas kerja di mulai.

" Ya, saat minggu pagi kemaren, kita healing ke Taman Rajawali, di situ banyak lapak jualan makanan dan jajan tradional.  "Aku pesan Nasi Megono pada Istriku. Aku tersenyum sendiri.

Menyempatkan sekedar jalan-jalan santai ke Taman Tengah Kota, menjadi bagian agenda rutinku. Nyaris, dalam satu minggu, akhir pekan adalah prime time bagiku. Maka, aku manfaatkan sebaik-baiknya. Bagaimanapun juga, sejak Agustus atau tiga bulan lalu, aku juga disibukkan dengan tugas belajar dari Kantor.

Tugas untuk mengikuti Pendidikan dan Latihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II di Pusat Pendidikan Administrasi Kementerian Agama. Aku bersama 59 peserta lainnya, yang kebanyakan dari Pejabat Kementerian Agama, bagai ditempa, salah satunya "untuk menjadi pemimpin" yang adaptif. Implementasinya adalah dengan membuat Proyek Perubahan.

Ah, ternyata tidak beda ketika Istriku membuat Megono dengan Membuat Proyek Perubahan? Gimana logikanya? Tentu ini dalam narasi analog. Keduanya, sama-sama harus dipersiapkan. Kalau membuat Megono harus menyiapkan bahan-bahan, bumbu dan peralatan, kalau membuat Proyek Perubahan juga demikian. Bahan berupa gagasan, bumbu berupa semangat dan motivasi serta dukungan dan alat berupa teori-teori selama pembelajaran konsultasi dengan mentor atau pembimbing. Sama kan prinsipnya?

Ketika hal tersebut aku sampaikan pada Istri lewat telpon, Istriku terbahak.

" Lucu, ada-ada saja, wong Megono kok disamakan pembuatannya dengan Proyek Perubahan. "

" Ya, prinsipnya seperti itu, sama-sama juga harus pakai tahapan. Proyek Perubahan yang dibuat tiba-tiba seperti kebut semalam saat kuliah di kampus dulu, hasilnya pasti amburadul, evidance atau bukti pendukung jelas acak-acakan dan kelihatan mengada-ada. "

Istriku seperti terdiam di seberang sana. Jam segini aku bayangkan ia baru bersih bersih rumah. Istriku menjadi ikut aliranku dalam hal perhatian pada rumah. Barang yang ada di rumah, harus sesuai pada tempatnya dan proporsional. Kalau ndak pasti mulutku akan menggerutu. " Rumah kok seperti kandang kuda. ", sindirku dan tangan ini pasti segera memberinya. Mungkin biar tidak membuatku seperti itu ketika pulang, Istriku membiasakan diri untuk berbenah rumah, terlebih bila sudah hari Kamis atau Jumat.

Sedikitnya istriku nyambung bila aku ajak bicara terkait Proyek Perubahan yang sedang aku kerjakan. Untuk hal seperti ini, sekedar berbagi pada Istri, pasti aku lakukan. Kecuali terkait dengan tugasku untuk berburu koruptor, tidak pernah terucap siapa dan kapan koruptor yang akan aku tangkap. Karena memang ini pamali bagi seorang penyidik. Keluargaku mafhum, tidak pernah nanya-nanya urusan kerja. Jadi nyaman ketika di rumah, kumpul, menikmati megono, meski pikiran masih tergelayut penyelesaian Laporan proyek perubahan. Seribet dan sesusah apapun harus aku kerjakan sendiri, karena bila urusan Pembuatan Laporan Implementasi Proyek Perubahan menjadi urusan orang lain, dengan sejumlah uang kita berikan kepada-nya, sama dengan menciderai nilai-nilai dan substansi Diklat Kepemimpinan yaitu kejujuran.  

Megono boleh beli, Laporan Implementasi Proyek Perubahan harus buat sendiri.

Bukankah anasir dari perbuatan korupsi salah satunya adalah ketidakjujuran? Jujur Itu Hebat!

Salam anti korupsi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun