Peduli, BUKAN Antipati
Masih sebagai makhluk sosial, sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk melindungi hak orang lain sebagaimana hak kita untuk mendapatkan perlindungan dari orang lain pula. Selain itu, kewajiban kita pula untuk melindungi diri dan keluarga maupun orang-orang yang berada dalam perlindungan kita dari tindakan menyimpang itu. Maka bentuk kepedulian dalam hal ini adalah melindungi bukan membiarkan kebebasan yang kebablasan itu sendiri, dalam arti kitapun berkewajiban melindungi orang lain dari efek buruk tindakan asusila ini dengan cara-cara yang santun dan bijak tentunya.
Ada yang mengatakan bahwa menjadi LGBT itu bukan pilihan tapi keterpaksaan, sehingga muncullah berbagai tawaran untuk penyembuhan. Ada juga yang menganggap itu sebuah kebanggaan, sehingga lahirlah berbagai komunitas yang diperjuangkan. Namun apapun modusnya, itu semua harus kita sepakati sebagai sesuatu yang abnormal jika kita kembalikan kepada hukum alam yang telah berjalan sebagaima yang telah terjelaskan diatas.
Saya tidak ingin terlalu jauh membahas fenomena ini sampai ke ranah agama dengan membuka sejarah lalu menyeruakkan fakta-fakta ilmiah tentang cerita kaum Sodom, maupun tokoh gereja dunia yang mengaitkan AIDS dengan kebiasaan-kebiasaan seks menyimpang; tinjauan kesehatan yang menjelaskan tentang penyakit-penyakit berbahaya yang ditimbulkan oleh kegiatan penyalahgunaan alat vital; maupun gejolak sosial yang disebabkan oleh tindakan-tindakan asusila yang memang tidak sejalan dengan adab dan norma ketimuran. Kalau ukurannya penulis sebagai individu, ya saya malu kalau ada anggota keluarga saya yang menjadi LGBT.
        Â
Bagaimana Jika
Mengatasnamakan takdir, keterlanjuran, dan menyalahkan Tuhan tentu bukanlah jawaban. Justru jauh dan semakin dujauhkannya kita dengan agama itulah yang menjadikan bobroknya moral generasi penerus bangsa di semua lini. Ditambah gampang dirasukinya wilayah keyakinan dengan pemikiran-pemikiran keren ala intelektualis-intelektualis baru zaman sekarang, mengusung konsep kekinian yang disebut update dengan perkembangan zaman, sampai mengatakan kalau Al-quran lah yang perlu diselaskan dengan zaman, bukan sebaliknya. Parah.
Terakhir, bagi para LGBT, pemerhati, pendukung, partisipan, dansejenisnya, Â saya ingin mengajukan pertanyaan sederhana yang sangat tidak ilmiah. Beberapa saja:
- Relakah anda, jika putri anda menjadi lesbi dan putra anda menjadi homo?
- Ikhlaskah anda, jika adik/kakak perempuan, bibi, nenek anda menjadi lesbi dan adik/kakak laki-laki, paman, kakek anda menjadi homo?
-Â Banggakah anda, jika ibu kalian seorang lesbian dan ayah anda seorang homoseks?