Mohon tunggu...
HERIE FENDI
HERIE FENDI Mohon Tunggu... -

My words, My world.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebebasan yang Kebablasan

29 Januari 2016   11:43 Diperbarui: 29 Januari 2016   12:10 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Peduli, BUKAN Antipati

Masih sebagai makhluk sosial, sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk melindungi hak orang lain sebagaimana hak kita untuk mendapatkan perlindungan dari orang lain pula. Selain itu, kewajiban kita pula untuk melindungi diri dan keluarga maupun orang-orang yang berada dalam perlindungan kita dari tindakan menyimpang itu. Maka bentuk kepedulian dalam hal ini adalah melindungi bukan membiarkan kebebasan yang kebablasan itu sendiri, dalam arti kitapun berkewajiban melindungi orang lain dari efek buruk tindakan asusila ini dengan cara-cara yang santun dan bijak tentunya.

Ada yang mengatakan bahwa menjadi LGBT itu bukan pilihan tapi keterpaksaan, sehingga muncullah berbagai tawaran untuk penyembuhan.  Ada juga yang menganggap itu sebuah kebanggaan, sehingga lahirlah berbagai komunitas yang diperjuangkan. Namun apapun modusnya, itu semua harus kita sepakati sebagai sesuatu yang abnormal jika kita kembalikan kepada hukum alam yang telah berjalan sebagaima yang telah terjelaskan diatas.

Saya tidak ingin terlalu jauh membahas fenomena ini sampai ke ranah agama dengan membuka sejarah lalu menyeruakkan fakta-fakta ilmiah tentang cerita kaum Sodom, maupun tokoh gereja dunia yang mengaitkan AIDS dengan kebiasaan-kebiasaan seks menyimpang; tinjauan kesehatan yang menjelaskan tentang penyakit-penyakit berbahaya yang ditimbulkan oleh kegiatan penyalahgunaan alat vital; maupun gejolak sosial yang disebabkan oleh tindakan-tindakan asusila yang memang tidak sejalan dengan adab dan norma ketimuran. Kalau ukurannya penulis sebagai individu, ya saya malu kalau ada anggota keluarga saya yang menjadi LGBT.

         

Bagaimana Jika

Mengatasnamakan takdir, keterlanjuran, dan menyalahkan Tuhan tentu bukanlah jawaban. Justru jauh dan semakin dujauhkannya kita dengan agama itulah yang menjadikan bobroknya moral generasi penerus bangsa di semua lini. Ditambah gampang dirasukinya wilayah keyakinan dengan pemikiran-pemikiran keren ala intelektualis-intelektualis baru zaman sekarang, mengusung konsep kekinian yang disebut update dengan perkembangan zaman, sampai mengatakan kalau Al-quran lah yang perlu diselaskan dengan zaman, bukan sebaliknya. Parah.

Terakhir, bagi para LGBT, pemerhati, pendukung, partisipan, dansejenisnya,  saya ingin mengajukan pertanyaan sederhana yang sangat tidak ilmiah. Beberapa saja:

- Relakah anda, jika putri anda menjadi lesbi dan putra anda menjadi homo?

- Ikhlaskah anda, jika adik/kakak perempuan, bibi, nenek anda menjadi lesbi dan adik/kakak laki-laki, paman, kakek anda menjadi homo?

-  Banggakah anda, jika ibu kalian seorang lesbian dan ayah anda seorang homoseks?

Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun