Mohon tunggu...
HERIE FENDI
HERIE FENDI Mohon Tunggu... -

My words, My world.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lamborghini VS Sopir Angkot | Konsen ke Video

1 Desember 2015   09:37 Diperbarui: 2 Desember 2015   06:32 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlepas dari kronologi, tentu media lebih mahir dalam menjabarkan kecelakaan ini. Tapi mari kita sejenak menikmati video yang menjadi viral sesaat pasca kecelakaan ini terjadi, dari berbagai kaca mata dan sudut pandang pasti.

Sebagian menyikapi panjang lebar terkait materi sehingga yang muncul adalah opini yang berputar-putar masalah harga mobil yang super tinggi; ada juga yang meng-ekspose duka lara keluarga yang sedang mendalam kesedihannya karna ditinggal pergi untuk selamanya oleh salah satu bagian dari darah dagingnya yang sangat dicintai; yang lain berbicara hukum dengan penuh harapan bahwa tersangka akan divonis bebas tanpa syarat, karna yang pasti, minimal penulis belum pernah mendengar ada tersangka konglomerat menghabisi nyawa si melarat, entah dengan sengaja maupun tidak sekalipun, lalu tersangka di vonis mati.

 

AADV | Ada apa dengan video

Kebanyakan miris melihat korban tergeletak, terdampar, dan tersungkur di lantai. Sebaliknya, penulis justru menangis melihat bagaimana leluasanya seorang penabrak maut bisa keluar dengan sendirinya lewat pintu mobil yang walau dengan susah payah dia buka, sehingga inilah sejatinya yang menjadi awal dari tulisan saya.

Mari kita berandai-andai, bayangkan yang menabrak itu adalah seorang sopir angkot, misalnya. Apakah masyarakat akan bereaksi sama? Atau si sopir angkot akan babak belur dihajar massa, hukum jalanan berbicara tanpa banyak basi dan basa, sehingga kekerasan atas nama ketegasan berdasarkan fakta di lapangan yang akan menghilangkan nyawa si tersangka. Ohh... cukup adil terasa.

Lalu sejenak kita akan mengingat suatu kejadian dimana seorang pencopet dikejar dan dihajar habis-habisan sementara koruptor kelas kakap bisa dengan bangga selfie di banyak media massa. Seorang nenek yang dengan terpaksa “mengambil” secuil ketela dihukum pidana sedangkan para penghancur hutan leluasa menjalankan aksinya tanpa ada reaksi apa-apa. Bahkan seorang majikan yang secara sah memperlakukan pembantunya layaknya hewan yang legal untuk dihinakan, disiksa, dan direndahkan serendah-rendahnya. Maupun sederet contoh lain yang menyeruak tanpa belas kasihan menyayat hati para pemirsa.

Hukum negeri ini tidak salah, tapi barangkali masyarakat itu sendirilah yang terlanjur kaprah. Rakyat terlanjur dibuat gupuh(=tegang, bahasa jawa) sama paradigma kuno ala raja, mendewakan dan memuja para pejabat layaknya titisan dewa yang mempunyai kekuasaan mutlak atas mereka; Menganggap mulia para konglomerat dengan segara kesaktian dan kekuatannya, rakyat takut berurusan dengan para dewa pencabut nyawa, memilih diam karena mereka tahu ujung-ujungnya malah mereka sendirilah yang kehilangan nyawa.

Kembali ke laptop, dan tersangkapun mendapat apresiasi yang tinggi dari para pengunjung yang hadir di tempat kejadian perkara, membagi senyum dan sapa mesra kepadanya.

 

Hanya ditangkap, tidak dihukum | Pola lama

Rakyat tidak perlu penjelasan tentang aturan balapan liar jalanan, pelajaran terkait batas maksimal kecepatan di daratan, maupun pasal-pasal yang menjerat rakyat kecil yang dihukum karena melakukan kelalaian. Yang rakyat kecil ketahui mungkin hanya soal kekuatan uang yang bisa menukar-nukar aturan, dan kesaktian kekuasaan yang bisa membeli hukuman, sampai membebaskan tersangka dari semua jeratan.

Tajam keatas, tumpul kebawah. Sudah menjadi rahasia umum, tanpa perlu penjabaran seperlunya. Kasus ini akan berproses sebagaimana mestinya, dan seperti yang di harapkan masyarakat maka sang tersangka yang mulia akan divonis bebas tanpa berlama-lama.

Selebihnya penulis apresiasi kepada semua pihak yang telah membantu menangkap tersangka, itu bagian dari kewajiban dan tugas anda. Walaupun anda tidak akan pernah menghukumnya, kami rakyat jelata bangga, karna itu memang termasuk hak dan kewenangan anda.

Akhir kata, terimakasih yang sebesar-besarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun