Pak Mohamad Nasir, Kemenristek dikti, pada hari Kamis 6 Desember 2018 lalu menyebutkan banyak siswa SMK yang tidak terserap sepenuhnya di dunia industri tanah air. Beberapa penyebabnya antara lain ilmu yang diajarkan di SMK sudah tidak relevan lagi dengan kebutuhan industri di masa kini.
Pak menteri sedang berupaya melakukan beberapa perubahan. Jika dulu dikti mewajibkan dosen minimal S2. Kini, beberapa dosen juga bisa dari kalangan praktisi, orang-orang yang berkompeten, mampu, punya skill dan bersertifikat.
Selain itu banyak SMK yang hanya asal-asalan saja menerima siswa, asal-asalan membuat jurusan dan kurikulum tidak disesuaikan dengan kebutuhan industri. Plus jumlah tenaga yang dibutuhkan, tak sebanding dengan jumlah siswa SMK. Ibarat butuhnya cuma 1000, tenaga yang tersedia 5000. Ga sebanding kan?
Tak berbeda jauh dengan pak Menteri, Dirjen Dikdasmen (pendidikan dasar dan menengah) Kemendikbud, pak Hamid Muhammad menyebutkan bahwa banyaknya lulusan SMK memang tak sebanding dengan kebutuhan tenaga kerja. Belum lagi banyak guru-guru SMK yang ternyata tak mempunyai skill yang memadai, alat-alat dan fasilitas yang kurang, dsb.Â
Dikdasmen saat ini sedang melakukan revitalisasi SMK dengan membuat mapping road pengembangan SMK, pengembangan dan penyelarasan kurikulum, inovasi pemenuhan dan peningkatan profesionalitas guru dan tenaga pendidik, kerjasama dengan dunia usaha, industri, dan perguruan tinggi, meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK, dan membentuk kelompok kerja pengembangan SMK.Â
Ditjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Bu Dewi Chomistriana menyebutkan, bahwa jajarannya saat ini justru sedang kekurangan banyak tenaga ahli konstruksi. Mereka justru sedang membutuhkan banyak tenaga di bidang konstruksi. Maklum di masa pemerintahan presiden Jokowi ini memang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan. Berbagai proyek terus berjalan dan butuh percepatan dan tenaga ahli yang kompeten.Â
Sayangnya, tenaga ahli yang dibutuhkan masih sangat kurang. Bayangkan, bu Dewi menyebutkan, total nilai transaksi proyek berjumlah 71 trilyun. Tiap 1 trilyun, tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 14.000 tenaga kerja konstruksi (tkk). Berarti, kemenPUPR membutuhkan setidaknya 994.000 tenaka kerja konstruksi bersertifikat! Wow jumlah yang banyak. Sayangnya, ketersediaan tkk bersertifikat ini baru 506.195 saja. Masih kurang banyak sekali, kan?Â
Hal ini tentu jadi fenomena yang menarik. Di satu sisi katanya banyak  lulusan SMA yang menganggur tapi di sisi lain ternyata sedang  membutuhkan banyak tenaga kerja. Berarti ada kesenjangan kan?
Dalam rangka memenuhi dan menggenjot kebutuhan tenaga di bidang konstruksi ini, ditjen bina konstruksi melakukan berbagai upaya pelatihan dan melakukan upaya jemput bola. Beberapa lulusan dilatih dan menjadi pekerja magang sambil dilatih menjadi tenaga ahli.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H