Mohon tunggu...
Heri Prabowo
Heri Prabowo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hampir 50

lagi belajar jadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengampuni Koruptor dengan Pajak

10 Mei 2016   16:30 Diperbarui: 10 Mei 2016   16:34 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RUU pengampunan pajak ( tax amesty ) kini sedang dibahas oleh DPR dan pemerintah. Pemerintah berencana memberikan pengampunan pajak terhadap WNI yang mau membawa pulang asetnya yang selama ini disimpan di luar negeri asal membayar pajak sebesar 10-15%. Pro kontra masih muncul sebab apakah para pengempalng pajak ini nantinya hanya diampuni karena atas ketidaktaatan dalam pembayaran pajak atau juga diampuni atas tindak pidana sebagai asal-usul aset tersebut termasuk jika aset tersebut diperoleh dari tindak pidana korupsi, illegal logging dll.

Rencana ini mencederai keadilan masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah. Mereka yang umumnya adalah pekerja baik PNS, pegawai swasta dan buruh, adalah lapisan masyarakat yang tergolong taat dalam membayar pajak. Ini karena pajak mereka dihitung dan dipotong oleh perusahaan atau instansi tempat mereka bekerja. Jadi kecil kemungkinan mereka melakukan manipulasi pajak. Dengan pengampunan pajak ini maka orang-oarang kaya yang memanipulasi pajak selama bertahun-tahun, umumnya dilakukan melalui praktek transfer pricing lalu menyimpan asetnya di luar negeri dengan enaknya terbebas dari sanksi perpajakan yang bisa mencapai 48% hingga 400% (Pasal 13 dan 44 b UU Ketentuan Umum Perpajakan.

asal mau membawa pulang asetnya dan dikenakan pajak hanya sebesar 10-15% saja. Padahal tarif normal pajak untuk mereka selama ini hingga 30% ( pasal 17 UU PPh ). Bisa dibayangkan betapa besar keuntungan yang diperoleh oleh orang-orang kaya yang selama ini telah memanipusi pajak ini.

Keuntungan akan semakin nyata jika ternyata aset itu ternyata adalah hasil kejahatan seperi korupsi, pembalakan liar, penyelundupan dll. Mereka yang pastinya penjahat kelas kakap karena bisa menyimpan aset di luar negeri, akan bisa membawa pulang uang hasil jarahannya asalkan dipotong pajak 10-15% saja. Padahal selama ini di negeri ini ada banyak kasus-kasus korupsi dan kejahatan besar yang tak terselesaikan dengan tuntas. Seperti kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI ) yang telah merugikan negara ratusan trilyun rupiah atau kasus besar perpajakan seperti kasus restutusi fiktif dengan kerugian negara hingga ratusan milyar yang terjadi di masa lalu. Bisa dibayangkan jika ada seorang pejabat yang korup dan menyimpan hasil korupsinya sebesar Rp. 100 milyar di luar negeri, maka dia bisa membawa pulang uang hasil korupsinya dan menikmati kekayaannya hingga tujuh turunan dengan hanya membayar pajak sebanyak Rp. 15 milyar saja. Bandingkan dengan apa dialami oleh Gayus H Tambunan, mantan pegawai pajak dan pemilik rekening gendut yang menjadi terpidana kasus mafia pajak. Hampir Rp. 100 milyar rupiah hartanya disita dan dia divonis hakim dengan total hukuman 30 tahun penjara. Padahal sangat mungkin masih banyak koruptor lain berkeliaran. Umumnya mereka kaya raya dari hasil korupsi dimasa lalu.

Bayangkan pula nasib yang akan dialami oleh pejabat-pejabat korup kelas menengah yang menyimpan uang hasil kejahatannya di dalam negeri. Jika mereka selama ini belum terjerat hukum, bukan tidak mungkin mereka kelak akan menjadi sasaran empuk aparat pajak. Sebagai contoh, seorang koruptor yang menyimpan harta hasil kejahatannya sebesar Rp. 2 milyar di dalam negeri dan tak melaporkan ke kantor pajak, maka sesuai Pasal 4 ayat 1 huruf p UU Pajak Penghasilan, tambahan kekayaan netto tersebut dapat dikenakan pajak sebesar 30% berikut sanksi maksimal 48% (Pasal 17 dan pasal 13 UU Ketentuan Ummu Perpajakan ( KUP ) ). Artinya dia harus membayar pajak hampir Rp. 900 juta. Bila pejabat tersebut dijerat tindak pidana pajak maka dapat dikenakan pajak 30% dan denda hingga 400% (Pasal 44 b UU KUP ). Artinya dia bahkan bisa dikenakan pajak maksimal hingga Rp. 3 milyar. Jumlah ini bahkan lebih besar dari uang hasil korupsinya. Jika dia tak mampu bayar maka penjara siap menantinya. Ini berarti rencana pengampunan pajak ini hanya akan menguntungkan pejahat dan penilap pajak kelas kakap semata.

Lalu apakah rencana pengampunan pajak harus ditolak ? Tentu tidak, karena di Afrika Selatan dan Italia, pengampunan pajak membawa dampak baik tak hanya bagi penerimaan negara tapi juga bagi perekonomian. Dana dari luar negeri masuk yang bisa dimanfaatkan untuk investasi atau modal kerja sehingga akan meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka panjang, meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta membuka lapangan kerja. Persolannya apakah nanti para penjahat kelas kakap juga diberi ruang untuk diampuni dalam progam ini. Tentu harapan kita sebagai rakyat kecil adalah tidak walau ada suara-suara di DPR menyuarakan hal yang berlawanan. Mereka beranggapan negara selama ini telah kalah melawan koruptor. Sebab korupsi tetap merajalela walau puluhan pejabat tinggi dari Ketua MK, Gubernur hingga Jenderal Polisi diseret ke penjara.

Oleh karena itu LSM, aparat hukum seperti KPK, Kejaksaan dan Kepolisain harus sepakat menolak jika koruptor dan para penjahat lain seperti buronan illegal logging dan BLBI bisa bebas dengan hanya membayar pajak hanya 10-15% saja. Sebab mereka sebenarnya tetap bisa dijerat dengan UU Pajak yang ada sebagaimana diatas walau perlu kerja keras dan dukungan politik yang kuat. Setelah KPK jilid 3 ( Abaraham Samad dkk ) berani meyeret Ketua MK, menteri aktif hingga Jenderal Polisi yang kaya rasa ke penjara dan menyita milyaran rupiah hartanya. Kini kita berharap aparat pajak juga berani memeriksaasal-usul kekayaan para pejabat kita yang kaya raya. Dan jika terbukti tak pernah bayar pajak, maka hartanya dapat disita dengan perhitungan sebagaimana diatas atau masuk penjara. Jika ini diterapkan mungkin bisa menaikan rasio pajak kita yang rendah. Sebab dari data Laporan Harta Kekayaan Pejabat kita saja banyak yang memiliki kekayan tak wajar hingga puluhan milyar. Bahkan ada pensiunan pejabat negara yang setelah diangkat jadi menteri melaporkan hartanya melejit hingga ratusan milyar. Ini artinya ada potensi besar penerimaan pajak jika digali. Upaya ini juga memberikan rasa keadilan sebab tak hanya pengusaha saja yang dikejar-kejar pajak, Jadi apa salahnya “mengampuni” koruptor dengan pajak. Dari pada merejka terampuni ketika UU Pengampunan pajak diberlakukan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun