Menjadi abdi negara dan berkecimpung kedalam dunia birokrasi sudah menjadi aktivitas saya sejak tiga tahun yang lalu. Bekerja di sebuah instansi pemerintah mengajarkan kepada saya mengenai tanggung jawab yang tidak dituntut oleh orang lain melainkan lahir dari kesadaran diri sendiri. Menjunjung tinggi prinsip walaupun tertatih-tatih dan berdarah darah mengajarkan saya bahwa setiap manusia harus memiliki pegangan dalam hidup agar tidak terombang-ambing kedalam kemunafikan dunia. Berada dilingkungan korpri memang bukan hal baru, Orang tua saya juga seorang abdi negara. Ayah saya seorang pegawai di dinas pendidikan. Beliau tidak pernah mengajarkan saya untuk mengikuti jejak beliau dan saya sendiri juga tidak pernah berniat menjadi abdi negara. tapi takdir menuntun saya untuk berjuang melalui jalur ini.
Dulu sebelum jadi pegawai pemerintah saya banyak mendengar berita miring mengenai profesi dimana saya mencari nafkah untuk keluarga ini. Mulai dari perekrutan yang amburadul dan bermandikan uang, pekerjaan yang selalu mengulur-ulur waktu dan tak pernah beres, hingga adanya pungli dalam setiap proses baik itu untuk sesama Abdi negara ataupun kemasyarakat. Begitu nista sepertinya pekerjaan ini tergambar di benak masyarakat. Sedikit saya berfikir tidak ada asap tanpa ada api, lalu apa sumber dari opini tersebut? hipotesa saya mencatat kalau tidak orang yang sakit hati karena tidak bisa menjadi abdi negara atau memang pengalaman masyarakat yang pernah bersinggungan dengan urusan birokrasi dan memiliki cerita buruk. Tertantang keinginan saya untuk mendalami dunia ini dari dalam, apakah benar-benar bobrok garda depan pelayanan negeri ini atau barisan sakit hati yang menyuarakan opini miring untuk pengobat dendam akibat mimpi yang tak jua dapat tergapai.
Pertengahan tahun 2010 saya coba mendaftar untuk menjadi CPNS di beberapa kementrian dan lembaga. Kebetulan saya tidak pernah bersinggungan dengan pendaftaran di daerah ( konon katanya lebih horor opini masyarakat untuk perekrutan CPNS Daerah ) karena saya hanya mendaftar dipusat. Dan dari Kementrian dan lembaga yang saya daftar, saya tidak menemui adanya transaksi haram dari semua proses perekrutan. Saya Lolos menjadi CPNS di satu kementrian dan satu lembaga pemerintah serta satu perguruan tinggi negeri yang saya tidak ikuti tahap wawancara karena saya sudah diterima sebagai CPNS. Pada tahap ini sekali lagi saya berani bilang negara ini tidak cukup bobrok pada proses perekrutan pegawai terutama untuk Instansi Pusat.
Setelah saya bekerja, mulai saya belajar mengenai sistem kerja pemerintahan. Alhamdulillah di kantor saya semua proses mulai dari kenaikan pangkat, gaji berkala, Prajabatan, dan proses birokrasi lainya sudah diurus oleh unit kepegawaian dan sang pegawai tidak diminta pungli sedikit pun. Untuk etos kerja, memang ada sebagian abdi negara yang bekerja semaunya dan seperti tidak memiliki rasa tanggung jawab namun sudah banyak pula yang sadar bahwa pekerjaan itu amanah dan mulai membangun sistem yang bersih. Dengan begitu orang-orang kotor dan pemalas itu sedikit demi sedikit terkikis. Saya menyimpulkan sudah ada arah positif untuk perubahan setidaknya di satuan kerja saya.
Menjadi abdi negara adalah sebuah pekerjaan yang mulia dan dapat menghasilkan lumbung pahala. merubah sistem yang kotor menjadi bersih adalah usaha jihad. Bersikap jujur dan menegakan keadilan tidak lah perbuatan sia-sia yang tuhan menutup mata, kelak akan ada balasan untuk setiap perbuatan. Mari membangun birokrasi bersih dan berjuang membangun negeri dengan etos kerja yang penuyh tanggung jawab. Terlalu sayang perut kita dan anak istri kita untuk dilewai uang haram dan uang dari pekerjaan yang tidak terselesaikan. Jadilah lentera diantara kegelapan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H