Ya, kini sedang ramai reaksi atas fim lama "Innocence of Muslims". (yg tadinya ini sebuah moda politik anti Obama, sebelum pilpres US & akhirnya malah memancing kelompok Islam).
Kalau saja Nabi Muhammad masih hidup, saya kok berprasangka baik, Nabi malah akan ngajak ngopi, nongkrong di cafe dengan si Nakoula Basseley, pria yang mengaku sebagai pembuat film Innocence of Muslims itu. Lalu membicarakan dengan sederhana, secara persahabatan, tentang apa-apa yang telah ia lakukan. Ya... sesimpel itu.
Seorang resi, orang yg spiritualnya tinggi sudah tidak ada Ego (Woy! aku nabi lho?… kan enggak gitu...) lalu nafs, kebencian, prasangka buruknya sudah nihil). Jadi beliau pasti punya cara yang anggun, yang mungkin tidak kita sangka.
Tapi reaksi tetap reaksi, Tergantung dengan cara Logika, Etika, atau CInta Kasih -versi sang resi- outputnya, kita bisa memilih.
Hingga pagi ini saya bangun pagi disuguhi pesan Forward BB group yg bunyinya:
***
Inilah jawaban Muslim u/film"Innocence of Muslim"yang menghina Rasulullah & dukungan atas serangan kepada amerika!
Aku adalah Muslim,
aku bangga menjadi Muslim,
karena sejarah membuktikan..
Bukan Muslim yang memulai perang dunia pertama.
Bukan Muslim yang memulai perang dunia kedua.
Bukan Muslim yang menghancurkan hiroshima dan nagasaki dengan menggunakan bom atom.
Bukan Muslim yang membunuh 200 juta indian amerika Utara.
Bukan Muslim yang menghabisi 80 juta indian amerika Selatan.
Bukan Muslim yang Membunuh 90 juta aborigin australia.
Bukan Muslim yang mengambil 180 juta orang afrika sebagai budak & membuang 70 persen dari mereka yang meninggal ke lautan atlantik.
Bukan Muslim yang menjajah Indonesia,Bosnia,Afghanistan,Ethopia,Checnya,Suriah..(Masih banyak lagi)
Bukan Muslim yang memulai kasus poso,ambon,maluku,papua.
Bukan Muslim yang fitnah irak dengan senjata pemusnah massal.
Bukan Muslim yang serakah merebut ladang minyak Timur Tengah.
Bukan Muslim yang suka menghina nabi & agama lain.
Dan aku bangga..
Islam tidak pernah teriak agama damai,tapi Muslim tidak pernah menyerang siapa2.
Islam tidak pernah teriak HAM & toleransi,tapi Muslim paling toleransi dibanding "PENDEKAR HAM" Amerika yang rasis kepada kulit hitam,dibanding perancis yang melarang jilbab,dibanding swedia yang melarang Adzan,dibanding swiss yang melarang pendirian Masjid.
Muslim mayoritas itu toleransi
Muslim minoritas itu PEMBERANI.
Tapi tidak ada toleransi untuk melanggar perintah ALLAH SWT.
Muslim bukan anjing yang serakah dengan nafsu menjajah.
Muslim bukan babi yang rakus nafsu membumi hangus.
Muslim bukan monyet licik yang selalu menebarkan fitnah.
Muslim tidak pernah mencari musuh & Muslim HARAM lari dari musuh
****
Hidup ini adalah desain Tuhan, Tuhan adalah penyelenggara kehidupan… tapi uniknya, jika Rally Paris Dakkar di Brief dulu, diberi peta & peserta membekali kompas sebelum start menjalani rute panjang, medan yang terjal & ganas!. Tetapi lain dalam kehidupan ini, Manusia lahir, lalu bertahap dididik, lalu memulai dan baru mencari sendiri "Brief-nya", petanya & tujuanya.
Dan bisa jadi tujuannya bukan malah yg dikehendaki Tuhan (manusia/ruh adalah utusan Tuhan... yg maunya Tuhan, manusia dilahirkan untuk membawa misi kebaikan & manfaat di lingkarnya masing-masing).
Wajar saja jika ditengah gurun ada yang kehilangan arah karena tidak mengikuti "peta" yang di temukan pendahulunya. Lalu ia membikin peta sendiri, lalu tersesat, lalu memaki kehidupan, bahkan menghina idiologi pemegang "peta-peta lainya.
Tuhan, malaikat dan Nabi, tentu memaklumi peserta yang kehilangan arah. Kalaupun keluar hinaan, negasi, penyangkalan terhadap "peta", terhadap Agama, terhadap Nabi, terhadap Tuhan atau lingkarNya (spiritualisme) Mereka tentu memaklumi dengan segala rasa cinta kasihnya.
Hingga kita jumpai ada orang yang dalam kehidupanya tersesat, lalu Tuhan ulurkan peta, petunjuk, sehingga ia menemukan arah, kedamaian dalam menjalani & mengahiri tugas/hidupnya. Ya… karena dia sudah memegang Peta, dia tenang, hanya itu kuncinya.
Al Quran, dan kitab-kitab sebelumnya, Taurat, Zabur & Injil (dan tentunya beberapa kitab "cabang-cabangnya", misalnya Weda dari Hindu, Budha, Khonghucu dll, yang bukan modifikasi manusia atas petunjuk Tuhan lho ya...) adalah lingkar Spiritualisme, Peta petunjuk arah, petunjuk kebaikan, yang kita tidak bisa menafikan tiap-tiap ajaran, bila itu masing-masing menjadi pegangan diri manusia atau golongan-nya.
Hanya Tuhanlah yang punya maksud atas kejadian tsb (keluarnya banyak versi ajaran agama), Dia-lah yang punya jawaban, atas beragamnya "idiologi" tersebut, dan termasuk Dia-lah berhak menjudge, benar atau tidaknya. Bahkan Tuhanlah yang mempertanggung jawabkan umat/peserta kehidupanya… Jadi jangan mentang-mentang kita merasa paling benar, lalu bertindak/reaktif melebihi Tuhan.
Untuk menuju/kembali ke Tuhan… ada yang lewat darat, laut, udara. Ada yang sampai (moksa) dengan naik mobil, motor, perahu, kapal, pesawat atau bahkan hanya dengan duduk hening bisa sampai ke tujuan (lingkar spiritual/Tuhan). Kita tidak akan menyangka (keputusan Tuhan), apalagi kalau kita hanya fanatik pada "text" bukan pada konteks (hakikat) dalam ritualisme atau agama.
Lalu ada apa dalam Islam? mengapa kini yang tampak dipermukaan adalah stigma negatif, kesan teroris, kolot, dan lain sebagainya, yang berhasil didesain media barat sebagai ancaman, moncong senapan pasca ideologi komunisme, yg telah diruntuhkan adikuasa.
Islam memang bukan selembar "peta" sederhana. Peta itu, Al Quran, dulunya diturunkan di tengah zaman, kultur, budaya yg jahiliyah, sepertihalnya kitab-kitab sebelumnya yang diturunkan di tengah kejahiliyahan. Adalah di desain Tuhan untuk meng upgrade sesuai tuntutan zamanya.
Dan Etika/Ahlak lah, sebenarnya satu aturan yang ditambahkan dari kitab-kitab sebelum Al Quran. (maka bedakan antar kultur Arab dan ajaran Islam, bedakan juga taraf Religius dan taraf Spiritualisme).
Di Islam, aturan menjadi detail, dari aturan senggama/kawin, adab makan, buang hajat besar-kecil, dagang, berpolitik, pembagian warisan, hingga meminjam sedal, sampai bersin pun diatur hukum-hukumnya. Se-detail itu…
Dan jangan aturan-aturan itu jadi momok, bahkan sebenarnya aturanlah yg akan menjadi semua indah (pada waktunya), seperti pertandingan bola dunia, seperti kota yg tertata rapih, seperti politik yang beradab… semua berawal dari aturan yang detail… coba kalau masing-masing bikin aturan sendiri-sendiri?
(memang banyak aturan sulit di Islam, tapi bukankah seperti di "Game"? semakin tinggi level semakin tak mudah? :)
Benar itu ada 3, benar menurut Tuhan, benar menurut sangkaan Golongan & benar menurut sangkaan diri kita sendiri. Mana yang kita jalani?...
Kembali pada Islam, di Islam ada 4 "tingkatan", 4 rel, (Syariat, Tarikat, Hakikat & Makrifat). Syariat itu wilayah pemahaman hukum dasar/fikih, tatacara ibadah & hidup (baik hubungan vertical & horizontal), sedang di tingkat (kedua) Tarikat adalah tingkat pendalamanya religi.
Di tinggkat Hakikat (termasuk didalamnya Sufisme) adalah pencapaian spitual yg lebih inti. Hakikat = Cinta kasih, Verical & Horizontal. Orang yg mencapai tingkat ini pasti alim, tidak destruktif, tidak merusak/merugikan orang lain. Jangankan membunuh, melukai dengan kata pun tidak, makanya di ajaran hakikat/sufisme TIDAK ADA DEBAT, semua dikembalikan ke tingkat pemahaman masing-masing.
Di Hakikat sudah tidak ada lagi konflik Definisi. tidak seperti di tingkat syariat. Sifat di Hakikat/sufism yang halus, kalem, tenang tercermin karena diajaran tingkatan spiritual hakikat/sufisme (yg asli) sudah menanggalkan baju Ego, Nafsu & Prasangka negatif.
(apalagi ditingkat ke empat, Makrifat (cahaya). Tingkat para resi, para orang suci sekelas aulia & nabi, disana sudah lebih murni & grand. Maka cobaan nabi, seperti difitnah, bahkan dilempar kotoran, beliau malah mendoakan penjahatnya. coba kalau itu terjadi pada kita atau pada ustad di tingkatnya baru syariat?)
Maka ada level Syariat, Tarikat, Hakikat & Makrifat...
equal dengan Logika, Etika, Cinta & Cahaya...
Bayangkan alangkah indahnya kalau semua/dominan orang Islam sendiri mengetahui/sampai pada ajaran/peta Hakikat bahkan Makrifat. Maka yang dalam ayat Quran, Islam adalah rahmatan lil alamin, bahwa Islam itu (aslinya) merahmati, merangkul. Bukan memukul, pastinya akan terwujud.
Salah tafsir di tingkat syariat akan konteks dalam memahami text Al Quran-lah yang membawa sebagian usernya bisa keliru berbuat, lalu outputnya malah destruktif. Padahal dikedalaman, inti Al Quran adalah hakikat, dan hakikat itu cinta kasih.
Lalu destruktifitas (umat yg salah memahami hakikat) ini dimanfaatkan media barat untuk melindungi hegemoni (politik, sosial, budaya dlm konteks finansial) suatu bangsanya. jadilah seperti sekarang, yg ada stigma negatif Islam & negasi-negasi yang membuat perangkap mindset/nalar negatif, yang menimbulkan benturan antar kelompok, membenci satu sama lain.
Memang memandang suatu agama (apapun) mesti difahami secara keseluruhan, bukan cuma baju, imagenya (yg terkontaminasi manipulasi), tapi hakikatnya, substansinya, ruh-nya…
Peace :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H