Mohon tunggu...
Herry Gunawan
Herry Gunawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang pemuda yang peduli

Saya seorang yang gemar fotografi dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antisipasi Transformasi Strategi Pengusung Khilafah

3 Maret 2024   09:59 Diperbarui: 3 Maret 2024   10:12 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam setahun terakhir ini kita boleh bangga atas angka serangan teror terbuka yang mengalami penurunan. Namun rasanya kita tidak boleh lengah dan berpuas diri atas keadaan tersebut, karena propaganda ideologi radikal dan kekerasan masih menjadi ancaman serius bagi bangsa ini. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) memang sudah dibubarkan oleh pemerintah dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang pada tahun 2017 silam, izinnya dicabut, gedungnya disegel, lembaganya dibekukan. Akan tetapi realitasnya HTI tidak benar-benar musnah. HTI bertransformasi dengan berbagai strategi, salah satunya dengan membentuk organisasi baru dengan agenda yang tetap sama, seperti Khilafah Islamiyyah, Lajnah Fa'aliyyah, Komunitas Ro'yatul Islam (Karim), dan sejumlah nama lainnya.

Organisasi-organisasi tersebut layaknya HTI, juga menyusup ke kampus-kampus dan sekolah-sekolah melalui kegiatan rohis atau lembaga dakwah kampus untuk menguasai badan atau institusi keagamaan agar dapat mendoktrin dan melakukan perekrutan. Berlindung dibalik kegiatan keagamaan, mereka efektif menjaring pengikut. Mereka melakukan manuver dengan senyap sehingga pihak sekolah atau kampus kerap kecolongan. Tidak berhenti hanya sampai institusi pendidikan, lembaga pemerintah, ormas keagamaan, dan institusi sipil lainnya juga menjadi sasaran guna menguasai posisi strategis pemerintahan ataupun swasta untuk mewujudkan agenda penegakan khilafah.

Dunia maya juga tak luput dari transformasi strategi propaganda khilafah, kini tak lagi terang-terangan menyampaikannya. Biasanya simpatisan pengusung khilafah membungkus propaganda dengan isu ekonomi, sosial, kewirausahaan dan menyelipkan pesan-pesan sponsor penegakan sistem khilafah didalamnya. Strategi lain yang dilancarkan untuk menjaring kelompok milenial dan generasi Z melalui gaya hidup hijrah dan sebagainya dengan pendekatan populer serta digital friendly.

Kini pendekatan secara frontal dalam mengkampanyekan khilafah sudah ditinggalkan karena akan sangat mudah terendus aparat keamanan. Sebagai kamuflase dari istilah khilafah mereka menyamarkannya menjadi "one ummah" atau "wahdatul ummah". Padahal secara substantial istilah tersebut sama saja dengan khilafah. Pengalihan istilah tersebut dimaksudkan untuk mengecoh aparat maupun masyarakat sipil.

Pola transformasi dan kamuflase HTI ini penting untuk kita ketahui agar kita tidak terjerat dalam jaring yang mereka tebarkan. Mereka sangat lihai menyusup dan mengatasnamakan organisasi apapun bahkan bisa menggelar acara dengan dalih keagamaan. Metamorfoshow; It's Time to be One Ummah salah satu acara yang berhasil diselenggarakan oleh eksponen HTI. Mengajukan ijin kepada pihak berwajib untuk acara peringatan Isra Miraj, namun lain kenyataannya di lapangan. Pola seperti ini, melakukan manipulasi dan menipu aparat menjadi khas gerakan HTI. Jangankan hanya manipulasi, kekerasan pun bisa dilakukan demi tegaknya khilafah.

Acara bertajuk Metamorfoshow yang memadukan antara talkshow, pertunjukan musik, dan komedi tunggal itu berhasil menggaet kurang lebih 1200 peserta. Jumlah yang tidak main-main, membuat kita harus berhati-hati terhadap manuver yang dilancarkan oleh HTI. Tidak berhenti pada pembubaran, kita harus terus memerangi penyebaran ideologi khilafah. Tugas kita lebih berat pasca pembubaran yaitu memastikan masyarakat sipil tidak terkecoh akan kamuflase-kamuflase yang akan dilakukan oleh HTI. Kita harus memiliki kemampuan menganalisa seberapa besar kekuatan HTI, strategi apalagi yang akan mereka pakai, senjata apa yang akan mereka gunakan, karena ini merupakan perang ideologi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun