Mohon tunggu...
Herry Gunawan
Herry Gunawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang pemuda yang peduli

Saya seorang yang gemar fotografi dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tahun Politik, Politik Kebencian dan Indonesia Damai

12 Agustus 2023   20:42 Diperbarui: 12 Agustus 2023   20:47 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konstelasi politik di Indonesia belakangan terus meningkat, jelang memasuki tahun 2024. Seperti kita tahu, di tahun tersebut Indonesia akan menggelar pemilihan umum, pemilihan presiden dan wakil presiden. Dan seperti pada tahun-tahun sebelumnya, dinamika yang berkembang pada tahun politik akan semakin cepat. 

Misalnya, ketika salah satu partai telah mengusung nama capres, langsung mendapatkan reaksi pro dan kontra. Partai lain juga tak mau kalah, memunculkan nama lain yang dianggap bisa menjadi pemimpin yang tepat.

Satu hal yang perlu dijadikan perhatian ketika memasuki tahun politik adalah, perputaran informasi yang berkembang begitu pesat. Bahkan, tak jarang informasi yang berkembang tersebut justru jauh dari kata benar atau valid. 

Informasi yang berkembang justru ditujukan untuk menjatuhkan pasangan calon competitor. Bahkan, tak jarang oknum elit politik menggunakan provokasi kebencian untuk menjatuhkan kompetitornya. Alhasil, politik kebencian menjadi hal yang sering terjadi ketika memasuk tahun politik.

Politik kebencian ini umumnya tidak didasarkan pada data dan fakta. Politik kebencian didasarkan pada pernyataan tokoh tertentu, yang dianggap sebagai sebuah kebenaran. Dan politik kebencian ini sengaja dimunculkan untuk menjatuhkan pasangan calon. Bahkan, jika berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, kebencian ini seringkali disusupi dengan sentimen keagamaan. Ketika sentimen ini dimunculkan, maka yang terjadi adalah amarah publik yang sulit dikendalikan.

Tahun politik dan politik kebencian ini semestinya tidak perlu dilakukan. Karena hal ini jelas melahirkan hal yang tidak baik. Masyarakat yang tingkat literasinya rendah, akan mudah terprovokasi oleh informasi yang menyesatkan. 

Akibatnya, logika tidak lagi berguna. Karena kalah dengan amarah membabi buta. Dan ketika hal ini terjadi, kelompok radikal yang awalnya bersembunyi, diam-diam mulai memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Hal ini bisa dilihat ketika pilpres dan pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu, kelompok radikali muncul dengan mengusung sentimen SARA.

Akibat dari provokasi tersebut, ada tempat ibadah yang memasing spanduk berisi ancaman. Jika ada masyarakat yang semasa hidupnya memilih calon tertentu, tidak akan disholatkan jika meninggal.

Ancaman ini tentu saja menjadi hal yang mengkhawatirkan jika terjadi di masyarakat. Karena dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat saling membutuhkan satu dengan yang lain. Dengan mengatasnamakan bagian dari mayoritas, dengan bebas menebar teror untuk kepentingan tertentu.

Mari hentikan politik kebencian di tahun politik ini. Mari tetap mengusung virus perdamaian, agar keberagaman yang telah ada sejak dulu ini tidak dijadikan kambing hitam. Hanya karena memilih agama yang berbeda, seringkali dijadikan persoalan ketika maju ke perhelatan politik. 

Padahal, setiap orang punya hak yang sama. Setiap orang dengan agama apapun punya hak sama. Mari kita jaga ucapan dan perilaku, agar tetap bisa hidup berdampingan dalam keberagaman.

Kita bisa melihat apa yang terjadi ketika seorang akademisi sekelas Rocky Gerung, mengeluarkan pernyataan yang dianggap menjelekkan presiden. Alhasil amarah masyarakat terus bermunculan. 

Kegaduhan terus terjadi di dunia maya dan dunia nyata. Dalam sistem demokrasi di Indonesia, kritik menjadi hal yang lumrah, dan wajib dilakukan. Tapi jika kritik dilandasi sentiment kebencian, hal itu yang berbahaya. Tahun politik harus dihiasi dengan beragam ide dan gagasan yang membangun, bukan umpatan yang terus muncul bertubi-tubi. Indonesia damai harus terus dijaga oleh semua pihak. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun