Pada perhelatan KTT G20 di Bali beberapa waktu lalu, bertepatan dengan hari toleransi dunia pada 16 Desember 2022. Ada yang menarik dibalik perhelatan G20 tersebut.Â
Konferensi dilakuakn di tengah memanasnya situasi geopolitik antara Rusia dan Ukraina, Amerika dan China, dan sejumlah negara lain. Namun, para kepala negara yang hadir dalam forum dunia tersebut, sama sekali tidak menunjukkan sikap saling memusuhi antar sesama.Â
Ada sebuah kekecewaan Xi Jinping dan Justri Trudeau yang kecewa pembicaraannya bocor di media yang sempat viral. Namun setelah itu selesai tidak ada masalah.
Moment yang menarik juga adalah pertemuan antara presiden Amerika Serikat Joe Biden dan presiden China Xi Jinping. Sebelumnya, hubungan kedua negara tersebut agak renggang, karena perang dagang yang terjadi sejak beberapa tahun lalu.Â
Disela KTT G20 tersebut, keduanya menyempatkan untuk bertemu secara fisik. Banyak yang merespon positif atas pertemuan tersebut. Harapannya akan memberikan sentiman yang positif bagi perekonomian global.
Meski Rusia dan Ukraina sedang perang, ada perwakilan dari Rusia yang datang. Meski demikian para pemimpin G20 tersebut juga menghormatinya, meski semuanya mengutuk aksi perang tersebut. Bahkan presiden Joko Widodo berkali-kali menyerukan untuk menghentikan perang.Â
Karena ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina, telah mengganggu rantai pasok pangan dan energi global. Karena itulah, penting untuk mengakhiri perang.
Jika kita melihat KTT G20 kemarin, sejumlah pihak memberikan sikap positif terhadap para pemimpin yang hadir. Sikap toleransi para pemimpin G20 sudah sangat tinggi dan terbangun. Tidak hanya sikap, komitmen yang dimunculkan juga terlihat dengan baik.
Sikap toleransi ini tentu sangat relevan dengan nilai-nilai Pancasila yang selama ini diadopsi oleh Indonesia. Sebagai negara yang majemuk, mengedepankan toleransi menjadi keniscayaan yang tidak bisa dilawan.
Rusia dan Ukraina memang masih sedang berperang. Antar sesama anggota G20 saling memberikan solusi, agar perang bisa dihentikan. Hal ini juga terlihat dalam keputusan yang diambil, semuanya sepakat untuk mengakhiri segala bentuk perang. Negara maju membantu negara berkembang, agar bisa recover together recover stronger.
Diharapkan tidak hanya selesai dalam pertemuan KTT G20 kemarin. Sikap toleransi ini juga harus terus dibawa dan dilestarikan oleh pemimpin negara manapun. Hal ini penting agar perdamaian dunia bisa diwujudkan. Jika toleransi bisa dijalankan di semua negara, tentu bibit radikalisme di setiap negara akan berkurang bahkan hilang.
Dan di Indonesia sendiri, bibit radikalisme sudah ada sejak dulu. Bibit ini seringkali dimunculkan di media sosial, untuk menebar kegaduhan dan memprovokasi orang lain.
Radikalisme inilah yang membuat terorisme tumbuh subur di berbagai belahan dunia. Dan menjadi tugas semua negara, untuk memberantas bibit radikalisme dan terorisme ini. Mari kita terus tanamkan nilai-nilai toleransi, agar keberagaman yang ada di setiap negara tetap terjaga.Â
Dan yang terpening adalah, kita sebagai manusia juga tidak takut dengan keberagaman, tidak mempersoalkan keberagaman. Karena keberagaman itu sejatinya merupakan keniscayaan yang tidak bisa kita tolak. Salami damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H