Beberapa hari yang lalu, seluruh umat muslim memperingati hari raya kurban. Masih dalam semangat kurban, dalam konteks seperti sekarang ini rasanya penting, untuk memahamai dan mengimplementasikan semangat kurban dalam kehidupan sehari-hari. Kita kembali diingatkan bagaimana pengorbanan Nabi Ibrahim dan keikhlasan Nabi Ismail. Dalam konteks sekarang, tentu masih sangat relevan. Bahwa, menumbuhkan semangat berkorban dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara sangat penting dilakukan.
Semangat pengorbanan dulu pernah ditunjukkan para pendahulu, para pahlawan yang mengorbankan tenaga bahkan nyawanya, untuk bisa merebut kemerdekaan. Dan kemerdekaan itu masih bisa kita rasakan hingga saat ini. Perjuangan dan pengorbanan mereka, harus terus kita teruskan meski dalam konteks yang berbeda.
Bentuk pengorbanan dalam konteks idul kurban adalah menyisihkan sebagian harga kita, untuk kita bagikan ke orang yang membutuhkan melalui bentuk daging binatang ternak. Disini tidak hanya belajar untuk ikhlas, tapi juga belajar untuk peduli. Ya...belajar peduli terhadap sekeliling kita. Karena kita adalah masyarakat yang beragam, yang punya latar belakang yang beragam, termasuk dalam hal kondisi keuangan dan segala macamnya.
Dulu  antar sesama saling peduli untuk bisa mewujudkan kemerdekaan. Kini, kita semua harus saling peduli untuk mewujudkan segala hal yang menjadi kepentingan bersama. Salah satunya adalah saling peduli untuk mengisi kemerdekaan dengan hal yang bermanfaat. Saling peduli untuk menjaga kemajemukan, persatuan dan kesatuan. Dengan saling peduli, kita bisa mewujudkan sikap untuk menghormati kemanusiaan. Belajar mengorbankan kepentingan pribadi, untuk kepentingan bersama. Belajar mengorbankan ego pribadi, untuk bisa berdampingan dalam keberagaman.
Hal ini penting untuk dilakukan, karena bibit radikalisme dan intoleransi masih terjadi, Kelompok radikal masih terus menyebarkan provokasi dan ujaran kebencian di media sosial. Akibatnya, banyak masyarakat yang mudah marah, mudah menebar kebencian, sampai mudah untuk menyatakan salah dan benar. Yang lebih mengerikan, pandangan tersebut dibungkus dalam bingkai kebencian. Yang terjadi adalah masyarakat bisa saling membenci.
Seperti kita tahu, ada sebagian orang yang egois, yang merasa paling benar, yang merasa paling suci, ingin mengganti Pancasila dengan ideologi khilafah. Kita semua tahu, khilafah tidak relevan dengan masyarakat Indonesia yang beragam. Kita semua tahu khilafah tidak menghargai kemanusiaan. Kenapa masih saja ada pihak-pihak yang ingin melakukan itu? Mari berpikir logis dan menjadi warga negara yang cerdas.
Saatnya mengorbankan waktu, tenaga, dan kemampuan kita untuk meredam penyebaran paham radikal di dunia maya. Mari terus sebarkan nilai-nilai kearifan lokal, yang sudah menjadi karakter kita sebagai masyarakat Indonesia. Nilai-nilai itulah yang kemudian diadopsi dalam Pancasila. Ibadah kurban tidak hanya dilakukan pada saat hari raya idul adha. Tapi berkurban dalam konteks yang lain juga penting untuk dilakukan, agar negeri ini tetap terjaga, dan terbebas dari segala bibit intoleransi dan kebencian. Salam. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H