Jika kita telisik lebih jauh, kebijakan tersebut ditujukan untuk membatasi penyebaran virus covid-19 di tempat ibadah. Namun, yang dimunculkan oleh kelompok radikal justru sebaliknya.Â
Masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang sifatnya keagamaan. Misalnya, yang boleh ditakuti adalah Allah SWT, virus tidak boleh ditakuit. Dampaknya apa? Disiplin prokes menjadi tidak ada. Aktifitas berkerumun masih terjadi. Ironisnya, kecenderungan untuk memecah belah ini terjadi dalam setiap kondisi.
Ingat, Indonesia adalah negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Dalam hal apapun, perbedaan pendapat, perbedaan pandangan pasti terjadi. Tuhan menciptakan manusia juga penuh dengan keberagaman.
Karena itu, Allah menganjurkan kepada setiap manusia untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya. Untuk bisa mengenal, tentunya kita dituntut untuk bisa saling menghargai keberagaman dan perbedaan.Â
Untuk bisa saling mengenal, kita tidak boleh mempersoalkan kenapa Jawa, kenapa Papua, atau kenapa muslim atau non muslim. Pada prinsipnya, meski setiap orang berbeda, intinya kita tetap sama manusia. Makhluk ciptaan Allah SWT.
Sekali lagi, keberagaman tidak perlu dipersoalkan. Keberagaman dicarikan titik temu agar bisa saling berdampingan. Agar taman bunga Indonesia ini berisi bunga berwarna-warni, diperlukan toleransi pada setiap masyarakatnya.Â
Apakah itu yang muslim atau non muslim, apakah itu yang dari Jawa, Dayak, Sunda, Papua, atau yang lainnya. Semua harus saling menghargai, menghormati dan saling peduli satu sama lain. Salam toleransi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H