Mohon tunggu...
Herry Gunawan
Herry Gunawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang pemuda yang peduli

Saya seorang yang gemar fotografi dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lawan Radikalisme dengan Literasi dan Toleransi

20 Juli 2019   07:43 Diperbarui: 20 Juli 2019   07:44 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin sebagian orang sudah bosan bicara tentang bahaya radikalisme. Apa benar radikalisme itu membahayakan kita? Jawabnya iya. Kenapa? Karena radikalisme terus  bermetamorfosa dengan perkembangan zaman. 

Radikalisme yang dulu identik dengan aksi kekerasan, kini radikalisme kembali mempengaruhi publik pada tataran pemikiran. Sadar atau tidak, pemikiran kita saat ini terus dipengaruhi oleh bibit-bibit radikalisme yang menyebar melalui media sosial.

Di era kemajuan teknologi ini, banyak orang menghabiskan waktunya di media sosial. Namun informasi yang beredar di media sosial tidak sepenuhnya benar. 

Banyak informasi yang beredar dipenuhi dengan kebohongan dan kebencian. Hoaks dan ujaran kebencian inilah yang berpotensi bisa melahirkan intoleransi. Dan ketika intoleransi telah menyusup dalam pikiran, maka radikalisme dengan mudah akan menguasai kita. Jika ada seseorang yang gemar menebar kebencian di media sosial, dia akan mudah terpapar bibit radikal. 

Kenapa bisa? Karena dia sudah menutup logika yang telah diberikan Tuhan. Dia juga telah menutup nilai-nilai kearifan lokal, yang sebenarnya justru bertolak belakang dengan paham radikalisme itu sendiri.

Karena itulah, seseorang yang telah terpapar radikalisme, akan merasa dirinya paling benar. Mereka akan melihat pihak yang tidak sepaham, sebagai pihak yang salah. Dan pihak yang salah itu, berpotensi akan terus diperangi dengan berbagai macam cara. 

Dengan ujaran kebencian hingga persekusi. Perilaku semacam inilah yang sebenarnya justru menjadi bagian dari radikalisme itu sendiri. Saling menebar kebencian, saling caci, hanya melihat kejelekan, dan melakukan provokasi. Itulah yang terjadi saat ini. Terlebih ketika memasuki tahun politik kemarin, perilaku semacam ini seringkali digunakan untuk menjatuhkan elektabilitas.

Mari kita introspeksi. Politik sudah berakhir. Pemenang sudah diputuskan. Kenapa masi ada yang saling membenci? Kenapa masih ada yang tidak terima? Sementara pihak-pihak yang bertarung dalam perhelatan politik tersebut sudah bertemu, sudah saling berangkulan, dan sama-sama menatap masa depan Indonesia. 

Lalu, kenapa masih ada yang melakukan provokasi? Ingat, kita adalah Indonesia dan Indonesia adalah kita. Jika diantara kita saling bertikai, maka negeri ini pula yang akan rugi. Sekali lagi, mari kita introspeksi.

Bekalilah diri kita dengan informasi yang benar. Cek riceklah setiap informasi yang masuk. Jangan mudah percaya dengan informasi yang beredar di media sosial. Kuatkanlah literasi, agar kita terhindari dari provokasi. Lihatlah dari pengalaman sebelumnya. Jangan mudah terpancing amarah, hanya karena informasi yang belum tentu kebenarannya. 

Dan tak lupa, jangan lupakan nilai-nilai kearifan lokal yang telah melakat pada diri kita sejak kecil. Bekali diri dengan pemahaman yang benar. Toleransi adalah nilai-nilai yang sudah ada sejak dulu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun