Mohon tunggu...
Herry Gunawan
Herry Gunawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang pemuda yang peduli

Saya seorang yang gemar fotografi dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Narasi Provokatif dan Kesatuan Bangsa

1 November 2018   17:55 Diperbarui: 1 November 2018   18:17 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu lalu kita dihentakkan pada peristiwa pembakaran bendera pada peringatan hari Santri. Tak lama setelah itu rangkaian narasi bertebaran di media sosial. Narasi-narasi itu negative karena bersifat memprovokasi masyarakat untuk melakukan penghakiman terhadap pelaku pembakaran bendera.

Narasi negative yang tersebar di media sosial ternyata membawa dampak dahsyat. Banyak orang terpengaruh, bersikap dan akhirnya turun ke jalan karena provokasi tersebut. Provokasi sendiri berarti aksi yang dilakukan dan memicu agresi. Kalau individu atau kelompok membalasnya dengan melakukan perbuatan / tindakan tertentu.

Contoh yang umum terjadi untuk tindakan provokasi adalah demo buruh. Semisal seseorang memprovokasi bahwa tahun ini tidak ada kenaikan  upah buruh. Tentu saja informasi ini membuat kelompok orang yang merasa sudah bekerja dengan sebaik-baiknya marah. Atau kasus yang paling mencengangkan adalah kasus Tanjung Balai yang menyebabkan beberapa klenteng terbakar.

Pada taraf ini artinya orang tersebut sudah terprovokasi. Kemungkinan besar mereka akan melakukan aksi kekerasan atau anarkisme. Dan mungkin akan berakhir ricuh.

Aksi-aksi seperti ini umumnya melibatkan aspek emosional masyarakat. Kenaikan gaji berkenaan dengan isi perut. Jika isi perut terganggu maka mereka marah. Pembakaran bendera berkenaan dengan agama. Rakyat akan marah jika kepercayaannnya diganggu.

Tapi apapun alasan berbuat ricuh, provokasi adalah perbuatan yang tidak bertanggungjawab. Begitu juga kericuhan, adalah tindakan yang tidak memberi solusi atas suatu masalah. Provokasi dan ricuh malah akan membuat kacau banyak hal. Membuat orang frustasi, sakit hati dan malah memecah silaturahmi yang pernah terjalin.

Sebaiknya, jika menerima informasi yang membuat kepala seakan mau meledak maka sebaiknya kita berdiam diri dulu. Mengkaji apa yang sebenarnya terjadi. Kepala kita harus dingin dan tidak terbawa emosi dalam menghadapi banyak hal yang bersifat provokatif. Jika terbawa arus provokasi maka perpecahan akan menghantui.

Pepatah mengatakan bahwa, orang cerdas tak akan terpengaruh oleh provokasi. Karena bagi kita yang masih dikuasai akal sehat dan kepala yang dingin kita harus selalu kritis melihat persoalan. Apakah itu yang dinarasikan itu memerlukan tanggapan atau kita biarkan. Jika tak perlu ditanggapi, biarkan saja.

Karena itu kita semua harus sadar dan peka terhadap semua informasi yang kita terima. Berita sooal pembakaran bendera juga kita harus kita perhatikan dengan seksama. Jangan sampai kita terjerembab pada hoax dan berita yang dapat membawa kita pada perpecahan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun