Mohon tunggu...
Herry Gunawan
Herry Gunawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang pemuda yang peduli

Saya seorang yang gemar fotografi dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mempertahankan Keragaman dalam Bingkai NKRI

30 September 2017   08:06 Diperbarui: 30 September 2017   08:08 1947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Islam masuk ke tanah Jawa melalui Wali Songo, tidak ada yang menyatakan dilakukan dengan cara paksaan ataupun kekerasan. Masyarakat yang ketika itu banyak yang memeluk Hindu, menerima kedatangan para wali dengan tangan terbuka. Karena kemampuan adaptasi para wali yang mampu memahami budaya lokal ketika itu, penyebaran Islam di tanah Jawa bisa terjadi tanpa harus melalui kekerasan. Bahkan akulturasi antar budaya bisa kita lihat hingga saat ini. Ini menunjukkan Islam dan budaya lokal bisa saling menyatu satu dengan yang lainnya.

Di Yogyakarta, berbagai orang silih berganti di kota ini. Julukan sebagai kota pelajar, membuat banyak orang dari berbagai kota dan negara datang ke kota ini. Para pendatang ini, tentu membawa budaya yang berbeda-beda. Bahkan di kota ini, seringkali kita temukan asrama-asrama khusus. Seperti asrama Papua, asrama Jawa Barat dan lain sebagainya. Tapi, mereka bisa berdampingan tanpa merusak budaya Jawa yang menjadi karakter kota Yogyakarta. Mereka bisa saling menghormati, tidak ada yang saling memaksakan.

Contoh diatas menunjukkan bahwa karakter masyarakat kita sebenarnya cenderung terbuka, tapi tetap memiliki filter yang ada. Keberagaman yang telah ada sejak dulu, justru menjadi karakter tersendiri bagi kita. Inilah realita di Indonesia. Perbedaan bukan menjadi suatu persoalan, dalam berinteraksi di masyarakat. Namun, seiring perkembangan teknologi yang kian pesat, memudahkan paham-paham atau budaya dari luar masuk ke Indonesia. Akibatnya, ada saja pihak-pihak yang ingin memaksakan paham dari luar tersebut untuk diterapkan di Indonesia.

Menjadi tugas kita bersama, untuk saling mengingatkan. Jangan sampai budaya atau paham dari luar tersebut, mengganggu keberagaman dan keharmonisan di negeri ini. Misalnya, ketika sebagian orang ingin mengganti Pancasila dengan khilafah, tentu hal itu sudah tidak tepat dan harus ditolak. Kenapa perlu ditolak? Karena Pancasila bagi kita semua sudah final. Pancasila terbukti telah mampu merangkul semua perbedaan di negeri ini. Tidak ada mayoritas atau minoritas. Yang ada adalah kepentingan bersama. Silahkan berbeda, sepanjang tidak mengganggu keberagaman yang telah ada. Silahkan berbeda, asal tidak menebar kebencian atau memprovokasi untuk saling membenci.

Tidak dipungkiri, ujaran kebencian masih saja ada. Media sosial masih suka dibanjiri ujaran kebencian. Bahkan, ujaran kebencian telah diperjualbelikan. Terbongkarnya sindikat Saracen, yang sengaja memproduksi paket kebencian untuk ditawarkan ke pihak-pihak yang menginginkan. Untuk paket kebencian ditarif sekitar Rp 75 juta. Hal ini dilakukan karena pilkada didepan mata. Ujaran kebencian dilakukan untuk menjatuhkan elektabilitas pasangan calon, yang maju dalam pilkada. Namun pada prakteknya, ujaran kebencian telah menyebar kemana-mana.

Praktek semacam ini, semestinya tidak terjadi di Indonesia. Karena negeri ini mempunyai budaya saling menghormati, saling menghargai, dan tidak pernah memelihara kebencian. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, mengajarkan kepada kita untuk kembali ke ajaran agama, memanusiakan manusia, menjaga persatuan, musyawarah untuk mendapatkan solusi, serta mengedepankan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengimplementasikan nilai-nilai dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, menjadi mutlak dilakukan, agar ujaran kebencian ini tidak terus menggerogoti seluruh elemen masyarakat. Keberagaman harus terus dipertahankan, karena ini merupakan anugerah dari Tuhan, yang wajib kita jaga dan lestarikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun