Mohon tunggu...
Herdi Riswandi
Herdi Riswandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis adalah buah dari kehadiran membaca, tanpanya suatu tulisan akan mustahil terwujud dan hampa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terpeleset Kenyataan

11 Januari 2025   09:56 Diperbarui: 11 Januari 2025   02:04 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Terpeleset (Sumber: Pixabay)

Sering sekali kamu membayangkan untuk bisa menjadi seperti apa yang kamu impikan. Ketika ditanya oleh temannu. Apa cita-cita kamu nanti? Sederhana saja, kamu menjawab tenaga medis. Kamu ingin menjadi seorang tenaga medis yang bisa membantu banyak orang.

Biasanya orang itu bercita-cita gak tanggung-tanggung. Menjadi pilot, polisi, tentara, dokter dan guru. Apa yang mendasari kamu bercita-cita menjadi tenaga medis? Tenaga medis adalah orang mulia menurutmu, ia banyak sekali dibutuhkan terutama ketika bencana besar datang seperti covid-19 lalu. Bukankah semua pekerjaan juga mulia? Ya semua mulia.

Kamu bercerita kepadaku tentang keinginanmu menjadi seorang medis. Begini ceritanya:

Satu hal yang membuat tergerak untuk menjadi tenaga medis adalah ketika ibuku jatuh sakit sampai sulit untuk bangun dari tempat tidur, lemah pucat pasi. Aku mencari-cari bantuan ke tetangga-tetangga, semua yang ada disana kumintai pertolongan. Namun semuanya tidak ada yang bisa membantu ibuku untuk bisa lekas sembuh kembali. Entah apa penyakitnya aku pun tidak tahu. Pelayanan kesehatan yang jauh dari kampung membuat akses pengobatan sulit dan lambat dikerjakan karena harus menempuh jarak sekitar 15 kilometer ke rumah sakit yang ada di kota Tasik.

Alhasil aku bertekad untuk menjadi seorang tenaga medis, bukan hanya karena alasan ibuku saja. Aku ingin banyak sekali bisa mencurahkan diriku untuk mengabdi kepada masyarakat terutama di bidang kesehatan itu. Jadi dokter memang cita-citaku tertinggi. Namun bila terpeleset kenyataan aku bisa apa, pikirku.

Dunia tidak sesempit itu teman, masa kumeok memeh dipacok. Takut duluan sebelum perang. Apa mentalmu hanya sampai situ aja. Tidak berusaha yang lebih jauh apa? Mustahil atau tidak mungkin terjadi padamu. Tidak ada yang mustahil, kamu kan selalu bilang kepadaku, jangan sampai impian terkubur di tanah yang dalam tanpa adanya ikhtiar dan pengorbanan yang kita lakukan. Selagi kamu terus maju dan berusaha dunia akan bahu membahu mewujudkannya kepadamu. Percayalah pada dirimu sendiri, bukan padaku. Saran aku, kamu harus baca cerita-cerita perjuangan pahlawan jaman dulu yang susahnya sangat luar biasa. Kita tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka. Mereka berjuang mempertahankan kemerdekaan bangsa ini dari para penjajah. Lalu setelah merdeka, apa kontribusi kita? Banyak. Salah satunya kamu harus memiliki sifat dan pendirian yang teguh seperti para pahlawan itu.

Susahnya itu jaman dulu berjuang mengusir penjajah. Kalau sekarang susah menghadapi bangsa sendiri dan juga diri sendiri. Apa kamu mau hidup seperti pada jaman penjajah dulu. Tentu tidak kan?

"Lakukanlah sesuai kemampuanmu. Ingat satu hal saja! Asal jangan berhenti" tegasku kepadamu.

Sewaktu kecil kita selalu bermain bersama, di taman-taman dekat rumah kita. Semuanya bergembira riang di sana. Kekompakan, kebersamaan terasa hangat sekali. Bermain rumah-rumahan, rawat-perawatan dan dokter-dokteran. Kamu menjadi orang pertama ketika ditanya. Siapa yang mau jadi dokternya? kataku memulai.

Kamu kegirangan, semangat sekali ingin melayani setiap orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun