Mohon tunggu...
Herdi Riswandi
Herdi Riswandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis adalah buah dari kehadiran membaca, tanpanya suatu tulisan akan mustahil terwujud dan hampa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Paradoks Kehidupan

8 Januari 2025   09:59 Diperbarui: 8 Januari 2025   01:05 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tugas kaum pembelajar itu seperti apa?  Dalam artian belajar seumur hidup.

Bagaimana seharusnya bisa menumbuhkan rasa keingintahuan setiap anak agar bisa berpikir kritis, bisa mengambil keputusan yang cepat disaat situasi yang harus membutuhkan penyelesaian yang cepat pula? Atau mungkin nanti terjawab sendiri, kamu tidak tahu.

Walau hidup adalah permainan. Tapi kamu tidak mau dipermainkan.  Dipermainkan oleh keadaan. Entah diri sendiri atau orang lain.

Belajar dengan sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai bagus, juara kelas. Itu dambaan bagi orang tua. Agar hidup kita terjamin nantinya. Katanya begitu. Kamu orangnya bosanan, sering apa-apa atau kerjaan yang menoton malah membuatmu menjadi malas gak ada hal yang baru. Kamu bukan orang pandai di kelas, biasa saja gak ada yang istimewa. Kata gurumu sewaktu di madrasah aliyah, murid yang paling diingat oleh guru itu ada dua. Pertama orang pintar yang sering juara kelas, kedua orang yang sering buat masalah di kelas dan bikin guru kesal. Ia sulit untuk dilupakan katanya. Apalagi masa-masa reunian sekolah. “Wah, ini saya bu, yang sering bolos, sering buat gaduh di kelas, suasana kelas jadi berantakan gara-gara saya.” Sumringahnya guru dengan senyumannya, “kamu sekarang sudah hebat ya, gak sia-sia kamu sering di jewer sama ibu dulu!”

Sementara kamu, bukan termasuk diantara keduanya. Kamu orangnya tidak pintar dan juga nggak senakal-nakal itu, keknya cenderung biasa aja. Ikut aturan sekolah, pintar nggak, jarang buat masalah. Nurut sama guru. Jalan saja gitu. Sampai sekarang pun, gak ada satupun guru yang kenal kamu, kecuali guru sd aja. Rasanya lebih ke minder, kenapa orang lain bisa begitu. Apa yang membuat kehadiran kamu bisa berkesan bagi mereka dan menurut kamu tidak ada sama sekali didapatkan. Bergaul hanya dengan segelintir orang, tidak banyak teman yang bisa diajak menjadi teman-teman yang benar-benar menjadi teman. Hanya sebatas kenal habis itu sudah.

Orang-orang rupanya bisa banyak sekali bercerita ketika ada masanya dipertemukan kembali dengan orang-orang masa sekolah dulu. Menceritakan kembali hal-hal lucu, kekonyolan, berlari di tengah lapang karena gak ngerjain tugas, di panggil ke depan ketika beres upara bendera karena terkena razia celana pensil, rambut gondrong, menjahili teman dengan menaruh permen karet di bangkunya. Tertawa riang dengan mereka dan saya hanya menyaksikan cerita-cerita mereka sebagai penonton. Karena gak ada yang mau diceritain, cuma satu dua ada lah tapi ya gak berkesan aja, buat apa cerita juga kalah sama yang lain.

Dipikir-pikir juga malah ribet, mikirin kisah-kisah cerita waktu sekolah jadi tambah masalah, yang harusnya bisa tertawa, senang malah sedih. Tapi sekarang keingat, banyak masalah bukan menjadi alasan untuk tidak bahagia. Yang lalu biarlah berlalu. Orang dahsyat, orang kuat itu orang tahan dengan banyak masalah bukan orang pintar cari solusi. Menurut Fahruddin Faiz, seorang tokoh yang dikenal filsuf abad ini yang berasal dari Indonesia mengatakan; masalah hidup itu tidak ada habisnya, kalau teman-teman mengandaikan kepandaianmu mencari solusi, kalian akan capek. Cari jurus yang mudah, yaitu apa? Ketika ada masalah santai saja itu lebih ringan untuk hidupmu daripada setiap masalah harus cari solusi, puyeng kamu nanti.

Kini kamu berani berangkat merantau ke Jakarta.  Dengan tekad yang sudah bulat kamu berpamitan ke paman bahwa kamu siap dengan segala konsekuensinya nanti di perantauan. Baik buruknya, untung dan ruginya, senang dan susahnya siap kamu hadapi di sana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun