Mohon tunggu...
Herdi Riswandi
Herdi Riswandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis adalah buah dari kehadiran membaca, tanpanya suatu tulisan akan mustahil terwujud dan hampa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Paradoks Kehidupan

8 Januari 2025   09:59 Diperbarui: 8 Januari 2025   01:05 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Turunkan tanganmu jangan sampai kau memegang barang-barang itu! Itu lukisan-lukisan yang sangat berharga sekali, jangan sampai ada orang lain menyentuhnya.” kata pamanmu dengan nada tinggi.

Begitulah pamanmu memperlakukan barang keistimewaannya. Sampai begitu hati-hati. Ia adalah pamanmu yang berperawakan tinggi dan lebih gendut sedikit dengan kumis melengkung ke atas yang mirip Sarpadol Dali seorang seniman lukis bergaya surealis asal Spanyol.

Kamu tinggal bersamanya ketika kamu masih berusia sekitar 10 tahunan. Kamu ditingggal ayahmu dan ia adalah satu-satu ayah yang sangat menginspirasimu sampai hari ini. Ia pernah mengatakan kepadamu, peluang akan datang kepada mereka yang terus maju, tinggal kamu ambil peluang itu kapanpun kamu mau. Jangan pernah coba-coba berhenti, karena peluangmu akan hilang disitu. Kira-kira begitu ucapan ayahmu terakhir kalinya sebelum ia pergi selamanya.

Kamu sekarang dihadapkan dengan suatu pilihan yang sulit. Antara pergi meninggalkan rumah paman dan berjuang merantau sendirian. Sudah dewasa dan harus cari uang sendiri jangan terus berpangku tangan sama orang lain. Kalau bersama paman, hidupmu bisa terjamin namun tidak ada tantangan dan lambat untuk berkembang, karena sudah enak bersamanya. Tapi dalam hati kamu juga berat untuk meninggalkannya. Sudah banyak dibantu olehnya dan saatnya hari ini kamu harus memberikan balas jasa dan mencari uang sendiri ke luar kota serta membuktikan bahwa kamu bisa sepertinya bahkan lebih.

“Entah berhasil atau gagal aku tidak tahu. Dan perjuanganku akan dimulai di sana. Sendirian, tidak usah ada yang menemani” katamu meyakinkan.

Setiap hari kamu menulis tentang esai, catatan pribadi. Ingin rasanya untuk mengolah tulisan tersebut menjadi sebuah karya utuh yang bisa dibaca banyak orang. Kamu bisa menginspirasi orang lain. Berbagi cerita dengan mereka. Menjadi seorang idealis adalah pilihan begitu pun tidak menjadi apa-apa itu juga sebuah pilihan. Dari pilihan-pilihan itu, apakah akan ada aksi yang kita lakukan atau hanya sebuah pilihan saja tanpa ada pergerakan setelahnya. Entah itu diam atau maju ke depan dengan penuh keyakinan. Keyakinan pada diri sendiri, kepada segala apa yang kita miliki saat ini. Jangan sampai terbebani oleh pengaruh dari luar dan godaan-godaan yang membuat kita menjadi lemah dan putus asa karenanya. Orang lain tidak akan peduli denganmu ia hanya akan tertawa ketika melihatmu terjatuh dan susah. Dan ia akan mendekat menjadi teman ketika dirimu ada di atas. Kebanyakan orang sekarang seperti itu. Faktanya memang demikian. Kejam dan tidak bisa ditawar lagi.

Jalan yang kamu lalui tidaklah mudah. Jalan terjal dengan segala gelombang di dalamnya pasti ditemui. Rasa lelah, frustasi, bosan, dukungan yang kurang pasti terjadi. Tapi dunia itu kan berputar seperti roda. Namun, di sisi lain roda juga pasti ada kempesnya gak bisa melaju entah itu tertusuk duri di jalanan, atau kondisi ban yang sudah tidak layak pakai atau mungkin karena beban tumpuan terlalu berat. Dunia pun demikian adanya.

Momen antara peluang yang diambil dan resiko setelahnya adalah menjadi tanggung jawab sendiri. Bayang-bayang keraguan akan muncul, akankah kita melanjutkan dengan segala ketidakpastiannya dan berhenti yang dipastikan gagal tidak ada harapan.

Aku menunggumu menunggumu..mati di depanku…

Tersenyum melihatmu adalah harapan aku selama ini. Sosok seorang ayah yang menjadi satu-satunya panutan saat ini agar kamu bisa untuk terus bertahan dan berkembang dalam kerasnya kehidupan ini. Dibawa santai dan serius adalah caramu untuk mengolah batin dan emosi yang kadang-kadang berubah sewaktu-waktu tanpa kompromi.

Paradoks kehidupan sering menghampiri, kita tidak tahu bahwa itu hal yang tidak disadari menjadi sebuah ilmu yang terus bertambah. Sewaktu kecil kamu berpikir bahwa ilmu itu hanya bisa didapatkan di sekolah saja. Dan di luar hanya sebatas main-main. Tapi ternyata dunia tidak sesempit itu. Kamu yang kurang paham terhadap definisi ilmu itu sendiri. Lalu kamu menyanggahnya, yaa.. namanya juga anak kecil. Hanya fokus dengan bermain-main. Kemudian kamu bertanya pada dirimu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun