Mohon tunggu...
Herbert Manurung
Herbert Manurung Mohon Tunggu... Mahasiswa, Pengajar, Penulis, Peneliti -

Menulis itu seni, ide dan gagasan yang anda tulis bisa mengubah dunia. Tulisan juga bisa mengubah hidup kita, menulislah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sokola Rimba: Berawal dari Pelosok Sumatera hingga ke Tanah Papua

12 Januari 2016   18:37 Diperbarui: 4 April 2017   16:30 3586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhirnya berkat kerja keras, semangat pantang menyerah Butet, kehidupan Orang Rimba terselamatkan. Para anak-anak Suku Dalam sudah tahu baca dan nulis. Hal ini sangat terasa ketika mereka melakukan proses jual-beli, membaca akta perjanjian, dan dapat menghitung sehingga tidak lagi menjadi korban penipuan Orang Terang. Dalam cuplikan film "Sokola Rimba", saya melihat sendiri bagaimana seorang anak yang sudah pintar membaca dengan lantang menolak isi perjanjian yang disodorkan oleh Orang Terang. Seketika itu juga air mata Butet menetes di hutan belantara itu. Siapa yang tidak terharu teman-teman pembaca! Perjuangannya bertahun-tahun yang telah dilakukannya telah berhasil menyelamatkan hidup Suku Anak Dalam tidak hanya dari gangguan Orang Terang tetapi juga perubahan kualitas manusia Suku Anak Dalam. 

Apresiasi dan Penghargaan

Berkat kerja keras, semangat pantang menyerah dan jiwa humanis yang melekat dalam dirinya, wanita kelahiran Jakarta, 22 Februari 1972 ini mendapatkan berbagai apresiasi dan penghargaan yang membanggakan.

  • "Man and Biosphere Award" dari LIPI dan UNESCO Indonesia (2001)
  • "Woman of Letters' as one of TIME magazine’s Heroes of Asia (2004)
  • "Women of the Year" di bidang pendidikan oleh ANTEVE (2004)
  • "Asoka Fellowsheep Award" (2006)
  • Pahlawan Generasi Masa Kini oleh Modernisator (2008)
  • Young Global Leader by World Economic forum (2009)
  • Social Entrepreneur of the Year by Ernst and Young (2012)

Pahlawan Asia versi Majalah TIME (sumber:www.zowdiamond.com)

Butet sangat pantas dijadikan sebagai sosok muda inspiratif di bidang pendidikan dan kemanusiaan. Bahkan, mantan Presiden Susilo Bambang Yudoyono pernah mengatakan di dalam tulisan artikel yang berjudul "The Making of a Hero", "Every society needs heroes. And Every society has them. The reason we don't often see them is because we don't bother to look." Setiap masyarakat membutuhkan figur pahlawan. Dan setiap komunitas sebenarnya memilikinya, hanya saja kita sering mengabaikannya, itu karena kita sering menutup mata padanya.

Penghargaan "Women of The Year" (sumber:www.gerakpemuda.wordpress.com)

Butet juga masuk ke dalam jajaran wanita berpengaruh versi majalah Globe Asia edisi Oktober 2007. Dia menempati peringkat 11 dari 99 perempuan paling berpengaruh di Indonesia dengan skor 94,7. Dia berada di atas Yenny Wahid dengan skor 94,5. Dan baru-baru ini Butet juga meraih penghargaan dari Magsaysay Foundation di Manila, "Ramon Magsaysay Award". Butet dipilih karena semangatnya untuk melindungi dan mengembangkan kehidupan masyarakat rimba di Indonesia.

Magsaysay Award 2014 (sumber:www.rmaf.org.ph)

Leadership seorang Butet

Pemilik dua gelar kesarjanaan ini, sastra indonesia dan antropologi Unpad Bandung, telah menjadikannya terampil dalam menjalin komunikasi dan interaksi. Hal ini terlihat bagaimana cara Butet sebelum memberikan pengajaran tulis, baca dan berhitung kepada Suku Anak Dalam. Sembari bergaul dengan mereka, dia mempelajari pola kehidupan Orang Rimba mulai dari pengasuhan anak, hubungan orangtua dan anak, dan hubungan antar anak.

Dalam pola pengajaran, Butet menerapkan cara belajar yang unik. Huruf-huruf dikenalkan dengan bentuk dan cara mengeja yang berbeda. Misalnya huruf A digambar seperti atap, huruf C seperti pegangan periuk, mengucapkan huruf M dengan mulut dikatupkan dan lain sebagainya. Lalu huruf-huruf dirangkai dalam 14 kelompok berpasangan. Metode pengajaran yang diciptakan sendiri oleh Butet disebut dengan metode Silabel. Berkat metode pengajaran ini, Butet dianugerahi penghargaan dari UNESCO Indonesia dan LIPI. Butet merasakan bahwa kaderisasi guru sangat penting, hal ini disebabkan terbatasnya jumlah pengajar Orang Rimba. Kemudian dia memutuskan untuk melatih anak-anak yang sudah mahir untuk menjadi guru. Akhirnya, muncullah 14 orang kader guru angkatan pertama Sokola Rimba untuk menjangkau hutan rimba. 

Sokola Rimba bersama dengan warga Flores (sumber:www.voaindonesia.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun