Sapa wruh kmbang tpus kaki/Â
Sasat wruh rke Artadaya/Â
Tunggal pancr ing uripe/Â
Sapa wruh ing panuju/Â
Sasat sugih pagre wsi/Â
Sinihan wong sajagad/Â
Kang angidung iku/Â
Bratanana aywa nendra/Â
Ing sadina sawngi sawabireki/Â
Sarwa cinipta dadya.
Siapa yang mengetahui dan memegang teguh tujuan (hidup) sebenarnya, akan dijaga hidupnya, di sayangi manusia se jagat.
Lalu apakah tujuan hidup yang sebenarnya itu? Bagaimana tujuan hidup personal dapat mendukung tatanan sosial dan tatanan bernegara?
Sang Begawan psikologi sosial , Erich Fromm, dalam salah satu karnya "Psikoanalisis dan Zen Buddhisme" memaparkan secara runut dan terang tentang apa yang dimaksud alam sadar, alam bawah sadar, kesejahteraan (well-being), hakikat beragama serta tujuan hakiki manusia. Fromm menyatakan bahwa "setiap manusia yang berupaya mencari dan menjawab pertanyaan eksistensialis dari keberadaannya sendiri adalah orang yang beragama". Hal ini sejalan dengan ajaran jawa yang sangat popular, untuk mengerti dan memahami "Sangkan Paraning Dumadi"
Fromm ingin menggali lebih dalam makna hakiki tujuan hidup manusia yang tak jarang justru terdistorsi oleh penfsiran dan otorisasi agama.
Menyangkut zen buddhisme Fromm menyatakan bahwa tujuan dari zen budhisme adalah untuk mencapai pencerahan , SATORI. Satori tercapai salah satunya ditandai oleh berkembangnya sikap reseptif, responsive sekaligus produktif dalam upaya membebaskan diri dari kelumpuhan (batin, psikologis).
Orientasi Negara Indonesia seperti termaktub dalam pembukaan UUD 1945 adalah, pertama melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, kedua untuk memajukan kesejahteraan umum, ketiga mencerdaskan kehidupan bangsa, keempat ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
Mencermati berbagai kasus besar yang mencuat menggambarkan situsi hilangnya orientasi dasar bangsa dan Negara tersebut. Politisi beralih orintasi ke kepentingan partai, memperkaya diri, yang saya yakin para pembaca mengetahuinya dengan terang dan gamblang melalui pemberitaan media masa.
Kehidupan bernegara didominasi oleh orientasi yang berlawanan dengan tujuan hidup hakiki personal setiap manusia. Dampaknya terjadi eksploitasi alam besar-besaran karena mengejar kesejahteraan yang disangkanya tergantung sepenuhnya pada materi/kekayaan. Dan di tahap berikutnya kekayaan bergandeng erat dengan kekuasaan, dimana keduanya begitu mesra, saling mendukung, perkara urusan kesejahteraan rakyat adalah nomor dua, bahkan berpotensi untuk di kapitalisasi guna keuntungan pribadi dan kelompoknya.
Bukankah ibarat membidikkan panah pada sasaran, orietasi sasaran meleset 1 derajat saja akan sangat jauh meleset?
RAHAYU
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H