Polemik Odong-odong
Odong-odong di wilayah Cempaka Putih Jakarta Pusat semula diperuntukan untuk sekedar dinaiki anak-anak, sebagai sarana hiburan semata dengan cara berkeliling-keliling. Yang mana area cakupannya pun tak jauh.
Namun seiring berjalannya waktu lambat laun orang per-orang yang jeli dan terasah naluri bisnisnya, serta pandai mencari celah dalam memanfaatkan situasi.
Melihat dapat dijadikannya, sebagai peluang usaha yang prospektif yang kiranya dapat mendulang rupiah. Siapa yang yang tak menginginkan cuan.
Memanfaatkanya sebagai sarana angkutan umum bagi para ibu-ibu yang hendak pergi berbelanja ke pasar Rawasari atau guna mengantar-jemput anak-anak mereka menuju sekolah.
Kemudian menurunkannya kembali di titik-titik tertentu, ataupun berhenti di depan rumah, sembari odong-odong melaju mulai beroperasi. ditingkahi ingar-bingarnya musik tatkala tengah menghantarkan penumpang.
Dengan harga yang terbilang murah serta cukup terjangkau dan yang mana dirasa tak memberatkan untuk sekali menempuh perjalanan, kendati jalan memutar agak jauh namun tetap dikenakan tarif yang sama, yakni 5 ribu rupiah saja.
Angkutan tak resmi ini tak miliki trayek, namun dapat mengangkut penumpang sedikit banyaknya tergantung dari kapasitas kursi duduk calon penumpang yang dimiliki dalam setiap gerbongnya.
Dengan menerapkan system setoran harian, kerusakan berat seperti kerusakan Mesin serta penggantian Spare Part yang kesemuanya ditanggung oleh Juragan Odong-odong. Kecuali jika ban motor kempis atapun patah as roda, ditanggung oleh si pengendara.
Odong-odong ini ditarik oleh sepeda motor roda dua yang telah dimodifikasi dengan sedemikian rupa dengan memberi tambahan deret gerbong dibelakangnya.
Berbahan baku besi dibuat sebagai rangka dengan proses pengelasan dan pembentukan gerbongnya, beserta kursi sementara bagian atasnya menggunakan fiber sebagai kap serta diberi bantalan duduk berupa jok. Guna memberi kesan nyaman.