Pendar Lampu Kota dilumat Tangisan Semesta
Pendar lampu kota meleleh
di badan jalan berbaur dengan
hujan menyepuh warna
keemasan dominan
Badan jalan layaknya cermin
memantul tangisan semesta
yang tumpah meruah lalu
semua tak ayal dilumat basah
Langkah-langkah tergesa milik
para pejalan kaki genggam
batang-batang payung terkembang
merekah bagai kelopak bunga
Menaungi dari curahan rinainya
permata-permata kaca yang pecah
sepecah pembuluh nadi kesedihan
berbaur irama hujan syahdu pun sendu
Kau dan aku berjalan bersisian
disekat tirai-tirai hujan mendekap
dalam gigil kerinduan saling terdiam
menafsirkan debar mencabik liar
Bagai seutas senar gitar dipetik
di ujung selaksa rindu terbetik
hanya menatap hujan yang entah
kapan berkesudahan rindukan hangat
Bagai selembar selimut
mendekap erat tubuh jiwa
H 3 R 4
Jakarta, 01/03/2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H