Mohon tunggu...
Hera Veronica Suherman
Hera Veronica Suherman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengamen Jalanan

Suka Musik Cadas | Suka Kopi seduh renceng | Suka pakai Sandal Jepit | Suka warna Hitam

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Merepih Alam

22 Februari 2021   14:50 Diperbarui: 22 Februari 2021   18:19 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : Dwi Shaban Sulistyanto

Merepih Alam

Menatap petak-petak sawah tercetak
dipenuhi bulir emasnya merunduk
dicumbui embus silir angin

Sebagian berwarna hijau lantaran
belum masak belum masa petik
hingga waktu pesta panen tiba

Menghampar area pesawahan
bak permadani nan rimbun merupa
karpet Bumi terbentang memanjang

Selimuti lapisan pori Bumi
dengan ulir galengan serta
membentuk punden berundak

Menyaksi sekawanan burung sawah
satu-dua ekor bertengger di atas
kabel listrik nan memanjang

Membuang kotoran sembarang
mengenai orang lalu lalang
lantas terbang rendah menukik

Lintasi bebegik koyak dicabik deru angin
tetap tak sedikit pun bergeming
di bawah sengatan panas dan hujan

Melihat langit membentang
membuka lebar bak tengah menyaksi
panggung pagelaran seni teater

Membuka tirainya lalu menyaji
sekelumit perihal cerita kehidupan
nan asri tiada jemu merepih alam

Melihat cakrawala membentang luas
tak tertutup bangunan pencakar tegak
berdiri congkak menikam mata langit

Mengedarkan pandangan masih banyak
tanah lapang bagi anak-anak serta
orang dewasa bermain bola cuma-cuma

Tanpa harus membayar uang sewa
dapat leluasa bermain bola sepak
berlarian seraya mengejar bola bundar

Netra menatap serombongan bebek
berjalan berduyun-duyun menyebrang
jalan lalu satu persatu menuruni sungai

Mata tertuju pada sekawanan kambing
berkeliaran mencari pakan berupa
rumput serta dedaunan nan hijau

Lahap mengunyah dengan disertai
riuh suara mengembik serta suara gemerincing
dari bandul kalung yang dikenakan

Bola mata tersirobok pada para petani
bertudung canting di area sawah
tengah menanam bibit padi

Dengan kaki-kaki menjejak lumpur
dingin lagi hitam pekat sepekat
lapisan kulit dibakar panas

Di sini surga keindahan tiada tara
surganya bagi para hewan ternak
tak susah mencari pakan sebab pakan

Amatlah berlimpah ruah dan di sini pun
surganya bagi para pecari ketenangan jiwa
menyingkir dari deru kota yang bising

Dari seabrek rutinitas yang membuat jemu
di sini tempat mengendurkan urat syaraf
yang tegang sontak stress pun reda

Merepih alam mengajak jiwa mensyukuri
sebuah nikmat yang luar biasa
anugerah yang Maha Kuasa

Nikmat mana lagi yang kau dustai!

***
Hera Veronica Sulistyanto
Jakarta | 22 Februari 2021 | 14:49

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun