Kupetik Bulan Sabit untukmu
Kau kerap pandangi Purnama
menatapnya berlama-lama
dengan sepasang mata teduhmu
seraya bibirmu nan ranum
serta mungil terkatup
diam seribu bahasa
Sepertinya kau tengah menikmati
sunyi yang berlagu lembut menyapa
gendang telingamu serta serambi hatimu
seiring desir sang bayu membelai rambut
panjang tergerai mencapai bahu
dan menyapu deret poni di keningmu
Kau menoleh kearahku sesaat
seraya merekahkan senyum
cahaya purnama membias di bola matamu
dan jatuh tepat di wajahmu
kian mempertegas kecantikan yang terpahat
maha karya cipta Tuhan atas mu
Ucapku kala itu...
apa istimewanya dengan bulatan
yang mengantung di langit malam
yang melengkung berbentuk sabit
terkadang membentuk bulatan penuh
dengan cahyanya yang benderang
Namun sekali waktu pucat pasi
seakan enggan untuk berpijar
menerangi wajah buana yang kian menua
seiring waktu yang terus melaju
menyisakan jejak masa lalu
dalam denyut nadi hidupmu
Kini aku baru merasa keindahan itu
purnama yang selalu kau kagumi dalam diam
purnama nan anggun bersemayam
di puncak tinggi yang tak mungkin di daki
megah bertahta di altar malam
berselubung kerlip gemintang menaunginya
Dimana tak seorangpun dapat menjangkau
kecuali menatap indah pendar sinarnya
seindah jiwajiwa penikmat kesunyian
sehalus jiwajiwa perangkai aksara bernyawa
ada damai memeluk erat relung hati
menghadirkan sejumput bahagia
Ku petik Bulan Sabit untukmu
agar kau dapat pandangi kilaunya
setiap detik setiap waktu
setiap kau inginkan itu
ku petik Bulan Sabit untukmu
kupersembahkan hanya bagimu
***
Hera Veronica
Jakarta | 4 Juli 2020 | 18:14
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H