Mohon tunggu...
Heny Taslimah
Heny Taslimah Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Saya merantau kekota pelajar sebagai pembelajar dan akan terus belajar, saya adalah mahasiswa UIN SUNAN KALIJAGA Yogyakarta prodi Ilmu Komunikasi angkatan tahun 2015

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Balada Sang Penarik Becak, di Stasiun K.A. Yogyakarta

20 September 2015   06:40 Diperbarui: 20 September 2015   06:41 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bersama Pak Sormoto, penarik becak aktif di Stasiun K.A. Tugu Yogyakarta"]Beradu dengan terik panas, bermandi peluh serta acapkali harus menunggu lama hanya untuk sekedar menawarkan becak pada pengunjung kereta api yang berlalu lalang di pelataran stasiun, tak mudah menarik minat pengunjung untuk sekedar berbagi rezeki pada penarik becak untuk menikmati jasa mereka . Namun kebanyakan dari mereka lebih memilih naik taksi atau angkutan umum lainnya yang mungkin lebih efektif dan efisien .

            Seandainya saja penumpang dan pengunjung dapat berlaku adil dan mau menikmati perjalanan bersama becak kami . Mungkin itulah yang tersirat di benak para sang penarik becak saat melihat wajah kusut dan semrawut mereka . Setiba saya di parkiran Stasiun Tugu Barat saya tertarik pada pelataran parkiran becak, para penarik becak itu berseragam kuning-kuning  . Untuk mengusir lelah sejenak, saya beristirahat di emperan toko sambil meminum soft drink .

            Sembari saya beristirahat, disebelah saya ada seorang bapak tua yang sepertinya adalah tukang becak, beliau asyik menawarkan jasa becaknya kepada pengunjung stasiun yang berlalu lalang . Namun sang bapak pun akhirnya memilih duduk beristirahat dan kebetulan sang bapak berada disebelah saya .

            Sang bapak ternyata bernama somorto, Pak Somorto adalah penarik becak aktif di stasiun K.A Tugu Yogyakarta, bisa dikatakan beliau menghabiskan masa muda dan senjanya menjadi penarik becak di stasiun K.A Tugu Yogyakarta, sudah hampir 40 tahun beliau menjadi penarik becak .

            “Dulu disini masih sepi dek, sekarang sudah ramai banyak saingan dan angkutan umum” ungkap beliau”

            Beliau bercerita demi mencari sesuap nasi dan menghidupi kelurga beliau harus rela meninggalkan keluarganya yang tinggal di Wonosari sementara beliau tinggal mengekos di daerah Lempuyangan . Biasanya beliau pulang seminggu sekali .

            Bagi pria usia 62 ini bekerja dan menafkahi keluarga adalah tanggung jawab besar baginya, tak hanya sebagai tuntutan hidup tapi adalah kebutuhan . Tak peduli lelah tak peduli jenuh yang penting sesuap nasi masuk keperut .

            Menjadi penarik becak saja tak dapat menangung seluruh biaya hidup di zaman yang serba modern ini , beliau pun juga menggantungkan nasib pada berkebun .

            “Hanya mengharapkan hasil becak saja, itu tidak cukup dek mengharapkan hasil masa panen saja juga tidak cukup” Ujar Pak Sormoto lagi

            Pria kelahiran Gunung Kidul ini benar-benar luar biasa dalam benak saya, meski usianya sudah paruh baya namun semangat mencari nafkahnya patut diacungi jempol, beliau biasa beroperasi pagi sekali dan sampai malam, itupun juga tidak menentu .

            “kadang-kadang sehari semalam dapat 5 dapat 6 kadang kadang juga Cuma 2 penumpang, pokoknya gak tentu dek” Ungkap Pak Sormoto

            Tarif yang ditawarkan oleh Pak Sormoto juga variasi bisa 10.000-50.000 tergantung dekat jaunya lokasi yang dituju . Tetapi bila musim hilir arus mudik Pak Sormoto menaikkan tarif.

            “Hitung-hitung kan rumayan dek kalau tarifnya di tambah, rezeki saya jadi banyak juga kalau setiap musim liburan, Ujar Pak Sarmoto sambil terkekeh

            Pak Sarmoto sudah memiliki 2 anak yang sudah berkeluarga, dan juga memiliki dua  orang cucu, melihat usia beliau yang sudah paruh baya saya sempat bertanya mengapa beliau tidak berhenti bekerja saja dan mengharapkan kepada kedua anak beliau yang sudah berpenghasilan . Beliau hanya tersenyum dan menjawab

            “Saya sudah mencintai pekerjaan saya kok dek, lagipula saya masih seneng dan nyaman dan masih kuat untuk mencari nafkah, bagi saya anak itu bukan untuk jadi tumpuan setelah saya berusia senja tetapi anak itu untuk saya rawat saya besarkan saya didik dan saya lepas setelah waktunya, dan yang menemani saya sampai saya semakin tua adalah istri saya”

            Subhanallah, saya begitu terenyuh mendengar ultimatum beliau, benar benar ulet dan tak mau bergantung kepada siapa siapa meskipun anakya sendiri, mungkin kerasnya hidup lah yang membuat uletnya prinsip dan pribadi beliau . Tak ada sedikitpun tersirat wajah mengeluh bahkan sepanjang obrolan beliau selalu melemparkan senyum kepada saya

            Terkadang banyak hal didunia ini yang membuat kita tidak bersyukur, padahal bila kita ketahui banyak orang orang diuar sana yang hidupnya jauh lebih susah dan keras daripada kita hanya saja mereka tidak mengeluh, pesan saya apapun rintangan dalam hidup ini adalah hadapi,jalani,nikmati serta jangan lupa untuk terus bersyukur .

            Nah, visitors yang lagi baca artikel saya jangan lupa kenalan sama pak Sormoto di Stasiun K.A Tugu Yogyakarta yaaa ^_^ dan jangan lupa berbagi rezeki kepada orang orang seperti beliau, meskipun kita tidak ingin tetapi mencoba lah untuk berbagi kebahagiaan bersama mereka dengan menggunakan jasa mereka, karena sesungguhnya Allah akan memudahkan urusan orang yang memudahkan urusan orang lain .

           

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun