Kegiatan kali ini saya mendapat kesempatan untuk mengunjungi dan mengeksplor salah satu tempat yang masih menjunjung tinggi kegiatan adat istiadatnya yakni Kampung Adat Cirendeu. Kampung adat Cirendeu merupakan kampung adat yang terletak di kota Cimahi, Jawa Barat.Â
Kampung ini diperkirakan sudah ada sejak abad ke 16 M. Sedangkan nama Cirendeu berasal dari dua kata yaitu Ci dan Rendeu, Ci artinya air dan rendeu yang berasal dari tanaman Rendeu.Â
Ada yang unik dari kampung ini, dimana kampung ini tidak memakan nasi dari padi sejak zaman dahulu, ini merupakan bentuk perlawanan terhadap penjajah yang dilakukan oleh sesepuh kampung tersebut.
Pada masa kolonial Belanda, masyarakat Indonesia mengalami kesulitan disektor pangan dimana hal tersebut merupakan monopoli yang dilakukan pemerintahan kolonial Belanda terhadap hasil panen masyarakat Indonesia.Â
Hal itulah yang menyebabkan warga kampung cirendeu membentuk perlawanan dengan tidak memakan nasi. Proses peralihan ini berlangsung cukup lama untuk menentukan makanan pokok yang cocok.Â
Berbagai bahan makanan dicoba seperti jagung, bunut, talas, dan sebagainya sampai akhirnya menemukan singkong sebagai makanan pokok yang paling cocok.Â
Rasi (Nasi singkong)
Nasi singkong dinamakan dengan rasi oleh warga kampung adat Cirendeu. Saya turut langsung dalam proses pembuatan rasi ini, prosesnya melalui berbagai tahapan, pertama proses pengelupasan kulit singkong, kedua proses pemarutan singkong, ketiga proses pemerasan sari singkong, selanjutnya singkong tersebut dikeringkan selama kurang lebih tiga hari, proses terakhir yakni penghalusan singkong, setelahnya singkong bisa dimasak dengan cara dikukus dengan memberikan sedikit air.
Pertanyaannya apakah aman mengkonsumsi singkong secara terus menerus? Apalagi kampung ini memegang teguh prinsip dari leluhur untuk tidak memakan nasi, mang Jajat sebagai narasumber dari kampung tersebut mengatakan bahwa proses pemilihan jenis singkong tidak sembarangan, sedangkan singkong sendiri merupakan makanan yang tinggi akan karbohidrat dan rendah gula yang kemudian bisa dijadikan sebagai makanan pokok.
Alat kesenian Cirendeu
Selanjutnya mengenai kampung adat cirendeu, kampung ini juga memiliki alat kesenian yakni Angklung Buncis, merupakan alat musik yang tidak terpisahkan dari upacara Seren Taun (ucapan syukur) dan biasanya dimainkan pada saat upacara tersebut berlangsung, dinamakan Angklung Buncis karena lagu yang dimainkan adalah lagu Buncis, juga karena kata Buncis memiliki arti tersendiri yakni "Budaya Urang Nurutkeun Ciri Sunda".Â
Angklung ini dibuat dari bambu hitam yang berumur 3-4 tahun. Bagian bawah sampai tengah bambu digunakan sebagai rangka dan bagian tengah sampai atas bambu digunakan sebagai bahan utama membuat angklung.Â
Alat kesenian selanjutnya ada Kecapi Indung. Kecapi indung adalah jenis alat musik berdawai yang digunakan pada tembang sunda Cianjuran sebagai pengiring vokal.Â
Seiring perkembangan waktu, kecapi indung mengalami perkembangan pada jumlah dawai, bentuk, teknik pembuatan dan tabuhannya. Alat kesenian yang terakhir yakni Karinding. Karinding adalah jenis alat tradisional, dibuat dari bambu atau pelapah enau.Â
Karinding dimainkan menggunakan mulut disertai pukulan jari tangan, sehingga menghasilkan bunyi yang unik. Nah itulah keunikan dari kampung adat cirendeu.Â
Saya sangat kagum dengan kampung adat ini, yang masih sangat menjunjung tinggi adat istiadat dari para leluhur. Begitulah Indonesia memiliki berbagai macam keunikan dan keanekaragaman yang indah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H