Satrio piningit, nama yang begitu ditunggu-tunggu. Seakan dengan munculnya seorang satrio piningit yang juga sering diidentifikasikan sebagai ratu adil bisa membebaskan negeri ini dari kesengsaraan dan bahkan memakmurkan negeri ini. Impian siang bolong yang ditiupkan para pemimpi dan pemalas.
Mengapa saya katakan demikian?
Sesungguhnya pemahaman saya tentang satrio piningit berbeda dengan umum. Satrio piningit sudah ada dalam diri setiap insan satrio adalah jiwa keadilan dan keberanian bertindak atas nama kebenaran. Kebenaran tentu saja yang bersifat universal.
Apa yang dimaksud kebenaran universal?
Adalah kebenaran yang bisa menjadikan keadaan lebih baik bagi khalayak umum. Bukan diri, kelompok ataupun golongan sendiri. Seorang satria yang bertindak demi kebahagiaan umum lah yang dimaksudkan akan mensejahterakan umum. Jika ada yang tampaknya pemimpin tapi bertindak hanya untuk kepentingan diri pribadi, kelompok atau golongan, ia bukan seorang satria.
Jiwa satria bisa bangkit hanya jika seorang tidak lagi mengidentikkan dirinya sebagai badan, pikiran, maupun emosional. Ia telah melampaui pemahaman personal. Ia telah menjadi sosok transpersonal. Ia manusia yang bisa melampaui ego. Ia sadar bahwa dunia ini kacau karena manusia salah mengidentifikasikan diri.
Identifikasi sebagai badan menyebabkan seseorang mengabdikan dirinya pada badan.  Orang seperti ini memiliki jiwa serakah besar sekali. Iri hati dan dengki adalah bajunya. Ia tidak bakal memiliki jiwa satria. Ia masih membela kelompok dan golongannya. Ia masih bertindak sepanjang  ia dipuji dan diagung-agungkan. Ia belum merdeka. Dengan kata lain, ia masih jadi budak golongan, pemahaman tertentu.
Orang masih mengidentikan diri sebatas pikiran dan emosi juga sama egoisnya.
Untuk menjadi satria, seseorang mesti memiliki identifikasi bahwa dirinya adalah bagian dari masyarakat umum, negeri. Ia memiliki jiwa melayani bukan dilayani.Â
Seseorang yang demikian akan mendapatkan kebahagiaan saat diberikan kesempatan melayani. Baginya, melayani seseorang sama dengan melayani Tuhan.
Buku Jangka Jayabaya tulisan Anand Krishna menyajikan nuansa atau pemahaman yang berbeda. Jangka berarti saat atau waktu. Abhaya, 'a' berarti tidak. Bahaya berarti berbahaya. Jangka aBhaya berarti saatnya mengatasi ketakutan. F.E.A.R adalah singkatan dari false emotion appearing real.Â
Seperti awan. Ada sesaat kemudian hilang dan turun jadi hujan. Gelombang laut ada dan tiada tetapi tampak begitu nyata. Jika kita yakin dan percaya, ketakutan adalah sesuatu ciptaan kita sendiri.Â
Dalam kegelapan, seutas tali sering dianggap ular. Begitu kegelapan terusir, ia hanya memegang seutas tali. Ketakutan pun muncul karena awan ketidak tahuan.
Piningit berarti tersembunyi. Atau dikuburkan dalam kegelapan ketidaktahuan. Di-pingit berarti disembunyikan. Demikianlah jiwa satria yang ada dalam diri kita sembunyikan. Bukan orang lain yang menutupi tapi diri sendiri.
Dengan cara itulah kita menutupi kemalasan kita. Jika kita sadar hal ini, kita bangkit dengan jiwa satria, membela dan menyuarakan kebenaran yang berguna bagi umum. Bukan diri, kelompok atau golongan. Tetapi demi kepentingan bangsa dan negara.
Perubahan paradigma dari takut dan menyembunyikan jiwa satria mampu merubah nusantara ke arah jauh lebih indah dan sejahtera. Perubahan terjadi saat itu jika setiap orang mau berubah. Jika saling menunggu, tidak bakal terjadi perubahan.
Satrio piningit itu adalah diri sendiri. Jangan mau dibohongi. Dirimu berubah sekelilingmu berubah. Keberanian setiap insan Indonesia untuk melakukan revolusi mental akan membangkitkan jiwa satria. Itulah yang dinamakan munculnya: Satrio Piningit.
Salam perubahan!!!
Salam Revolusi Mental !!!!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H