Seorang Manusia berarti ia yang bisa atau mampu mengendalikan pikirannya. Singkat tetapi sarat makna. Ya, selama kita Tidak bisa mengendalikan pikrian, berarti kita belum menjadi Manusia. Mengendalikan pikiran berarti menjadikan intelejensia atau buddhi sebagai sais atau kusir kereta.
Selama ini kita bergerak atas dasar keinginan. Keinginan bukanlah kebutuhan. Seseorang yang telah menjadi Manusia berarti ia bisa membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Ketika ia tidak bisa antara keduanya, berarti ia belum beranjak dari dari otak reptilia/mamalia. Ini pangkal terjadinya korupsi. Bukan karena tidak bisa memenuhi kebutuhan, tetapi tidak bisa mengendalikan keinginan.Â
Sais pengendali kehidupan
Bila seseorang telah bisa menempatkan buddhi atau intelejensia sebagai sais atau pengemudi kereta, maka ia baru bisa dikatakan sebagai insan yang utuh. Bukan masalah kepintaran, tetapi masalah pengembangan intelejensia sebagai pengendali kehidupannya.
Mereka yang menjadikan buddhi sais kereta, maka ia dwanggap kenal kemuliaan diri. Dan, kemuliaan diri inilah Ciri utama sebagai insan Ilahi. Ia memiliki sifat yang sama atau sejenisa dengan Sang Maha Sumber, Pengasih dan Penyayang. Ia seorang yang menjalani Dharma sebagai landasan hidup. Dharma berarti yang mengutamakan kepentingan orang banyak; bukan golongan atau diri sendiri.
Bentuk Kehidupan
Semua yang ada di alam kita ini adalah bentukan-Nya. Mereka tidak eksis bila Dia tidak berkehendak. Celakanya, kita yang belum kenal diri, tidak bisa memahami bahwa hewan yang diciptakan pun memiliki hak untuk hidup. Sapi dan kambing serta hewan yang bisa dikonsumsi merupakan ciptaan-Nya.
Menyembah-Nya berarti menghargai dan menghormati semua ciptaanNya. Bila kita sadar bahwa keberadaan mereka untuk membantu kita, kita tidak bisa mengkonsusmsi sesama makhluk hidup, dalam hal ini hewan. Karena mereka  telah memiliki tingkat evolusi lebih tinggi dari tumbuhan. Tingkat evolusi berarti kualitas mind atau pikiran.Â
Yang menarik adalah, bahwa sesungguhnya leluhur kita telah menghargai semua kehidupan. Mereka yang selama ini disebut sebagai Animisme. Yang berarti menghargai adanya kehidupan.
Kecerdasan
Sebagai Manusia yang memiliki kecerdasan, yang berarti memahami bahwa kita semua bergantung pada sesama makhluk hidup untuk hidup. Hidup bersama dengan makhluk lain juga berarti mengerti bahwa Dia Hyang Maha Hidup menciptakan makhluk bukan tanpa makna. Leluhur kita kenal kearifan lokal;Â Urip iki Urup.
So, adalah tujuan Manusia di bumi untuk melaukan transformasi dari intelektual menjadi intelejensia.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H