Ajaran Rahasia bukanlah benar-benar dirahasiakan atau disembunyikan. Untuk apa dirahasiakan? Bukankah ajaran tersebut juga digunakan oleh manusia untuk memuliakan dirinya? Tidak ada sesuatu ajaran yang bermanfaat untuk meningkatkan kemuliaan manusia yang dirahasiakan.
Yang sebenarnya perlu difahami adalah ketepatan waktu untuk memberikan atau menyampaikan ajaran tersebut. Dengan bahasa sederhananya, 'Jangan berikan nasi kepada anak bayi yang belum bisa mengunyah.' Kita bisa memperkirakan bila hal seperti itu dilakukan. Jelas si bayi akan tersedak, dan bisa mengakibatkan kejadian fatal bagi si bayi.
Banyak pengalaman masa lalu menunjukkan bukti kejadian nyata. Sebagai contoh: Ajaran Syech Lemah Abang atau yang lebih dikenal sebagai Syech Siti Jenar, diberikan secara sembarangan dihadapan khalayak umum. Karena belum memahami makna di balik ajaran tersebut, maka banyak keributan yang ditimbulkan oleh murid-muridnya.
Jesus juga pernah mengutarakan terlebih dahulu: 'Jangan berikan mutiara kepada sekawanan babi.'
Kematangan Jiwa
Kematangan jiwa tidak bisa diukur dengan muda atau tua usia secara fisik. Ada seorang anak yang berumur 5-6 atau 7-8 tahun an sudah bisa ajaran utama untuk menuju kemuliaan jiwa. Sebaliknya, banyak orang yang tampaknya berusia tua secara fisik, namun masih suka hal-hal yang duniawi. Banyak yang matig senang dengan perbedaan luaran. Banyak yang belum memahami keyakinan/kepercayaan secara mendalam.
Dalam buku Bhagavad Gita bagi orang modern by Svami Anand Krishna:
Kematangan, kedewasaan, kesiapan diri yang dibutuhkan untuk memahami Gita (Ajaran Yoga Kuno) adalah:
- Keterbukaan untuk menerima sesuatu yang 'baru'-tidak mentah-mentah menolak, "Kami Sudah punya kitab pegangan sendiri, sesuai dengan kepercayaan kami. Tidak perlu mempelajari kitab-kitab lain." Penolakan seperti ini membuktikan bahwa Jiwa masih tertutup oleh kabut ilusif dualitas. Kita belum mau menuju Hang Tunggal, kita baru memberi lip-service pada konsep Hyang Tunggal. Kita belum Siam untuk manunggal.
- Â Tidak mempelajari sesuatu dengan apriori, dengan semangat untuk mencari-cari kesalahan, untuk membuktikan bahwa; "Hanyalah kitab kami yang mengandung kebenaran." Sikap apriori seperti ini bertolah belakang dengan semangat manembah atau kemampuan untuk melihat segala kebenaran berasal dari Hyang Maha Benar yang Satu, Tunggal
Bila kedua kriteria di atas terpenuhi, maka tidak ada lagi yang disebut ajaran rahasia..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H