Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Ayur Hyipnoterapi dan Ananda Divya Ausadh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi Ayur Hypnotherapy dan Neo Zen Reiki. Menulis adalah upaya untuk mengingatkan diri sendiri. Bila ada yang merasakan manfaatnya, itupun karena dirinya sendiri.....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bila Ingin Damai, Libatkan Tuhan

9 Desember 2021   07:35 Diperbarui: 9 Desember 2021   07:39 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Libatkan Tuhan dalam keseharian berarti dalam segala pikiran, ucapan, dan perbuatan senantiasa me-implementasikan tiga hukum alam ini. Dari buku HIDUP MATI DISINI, Mau Kemana Lagi? by Maharishi Anand Krishna dituliskan:

Hukum Alam Pertama: Mengasihi Tanpa pilih kasih

Hukum Alam Ke Dua: Hukum Konsekuensi - Sebab Akibat

Hukum Alam ke Tiga: Hukum Perubahan

Begitu kita menerapkan ketika hukum Tuhan ini; kita akan merasakan:

  • Tak ada Kebahagiaan yang melebihi kebahagiaan saat kita melayani mereka yang membutuhkan pelayanan; dan, saat memberi tanpa pamrih, tanpa mengharapkan imbalan.
  • Tak ada Pula Ketenangan yang melebihi ketenangan saat kita menyadari bila apa yang kita tuai hari ini adalah hasil dari apa yang kita tanam kemarin. Dan, besok kita akan menuai dari apa yang kita tanam hari ini.
  • Tak ada Kedamaian yang melebihi kedamaian saat kita memahami hukum Perubahan, dan senantiasa siap sedia untuk berubah.

Kepentingan Umum

Libatkan Tuhan juga berkonotasi agar semua yang kita pikirkan, ucapkan serta perbuat demi kebaikan semua orang atau umum. Sesungguhnya setiap orang inginkan kebahagiaan. Inilah kepentingan bersama. Yang jadi masalah Karena kita belum memahami perbedaan antara kebahagiaan sejati dan kesenangan atau relegan sensata. Keinginan untuk mendapatkan sesuatu atas dasar dorongan lingkungan. Kadang kita sendiri juga tidak memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan.

Kebutuhan berkaitan untuk bertahan agar tetap hidup. Makan untuk hidup beda dengan hidup untuk makan. Makan untuk hidup artinya yang kita makan haruslah sehat. Sebaliknya hidup untuk makan, kista tidak pernah memperhatikan dualitas makanan. Kita jadi budak lidah. Pada umumnya, dualitas makanan sering membebani organ dalam tubuh kita. Singkat kata, kita hanya memburu kenyamanan sesaat.

Perbuatan bermula dari pikiran atau niat. Oleh karena itu, awali berpikir yang bertujuan untuk berbagi sesuatu yang bermanfaat bagi sesama makhluk hidup. Bila niat kita didasarkan untuk me-implentasikan atau menerapkan hukum pertama: Mengasihi tanpa pilih kasih, maka kita telah melibatkan Tuhan dalam Kehidupan sehari-hari. Hasilnya nyata, otak kita akan menjadi lebih sehat. Niat untuk melakukan perbuatan atas dasar kasih juga membuat otak menjadi sehat. Banyak penyakit sembuh karena perbuatan ini.

Demikian juga ketika kita mengalami sesuatu yang membuat kita menderita, kita mesti ingat bahwa yang kita alami juga sebagai baud atau akibat yang pernah kita tanam. Dengan bercermin kejadian ini, kita berupaya menciptakan akibat baik di masa depan. Nah, saat ini merupakan waktu untuk menciptakan akibat baik di masa datang. Kita sedan menciptakan sebab bagi akibat masa datang.

Senantiasa mengingat bahwa perubahan adalah yang abadi, kita akan bisa menerima bahwa segala sesuatu yang kita miliki juga pernah menjadi miliki orang lain. Bukan kah hal ini juga bisa terjadi di masa datang?

Pertimbangkan ucapan yang akan disampaikan, apakah nantinya akan memberikan dampat buruk atau bermanfaat bagi teman atau kerabat sebaiknya diurungkan. . 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun