Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Ayur Hyipnoterapi dan Ananda Divya Ausadh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi Ayur Hypnotherapy dan Neo Zen Reiki. Menulis adalah upaya untuk mengingatkan diri sendiri. Bila ada yang merasakan manfaatnya, itupun karena dirinya sendiri.....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Seni Berkurban

23 Oktober 2021   11:02 Diperbarui: 23 Oktober 2021   11:07 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seni berkurban adalah ketika kita memahami bahwa berkurban merupakan keindahan. Artinya bahwa yang kita kurbankan akan membawa kebaikan bagi kita serta banyak orang juga seluruh makhluk. Selama ini kita senang mengurbakan makhluk lain demi memburu surga kesenangan kita sendiri.

Sesungguhnya banyak dari kita yang belum memahami seni berkurban. Yang kita ketahui adalah mengurbankan kebebasan atau bahkan kehidupan makhluk hidup lainnya demi kepuasan kita. Ini bukanlah seni, tetapi penyembah berhala kepuasan diri demi mendapatkan sanjungan atau pujian.

Bukan warisan luhur

Bentuk persembahan dengan mengurbankan kehidupan sesama makhluk hidup bukanlah warisan leluhur. Mungkin zaman dahulu bisa dianggap baik, tetapi moral kebaikan bagi setiap daerah akan berbeda. Moral yang dianggap baik pada suatu tempat akan selalu berbeda. Bahkan yang kita sebum sebagai mora akan bergulir dan berg anti setiap waktu.

Moral dibatasi oleh ruang dan waktu. Ruang atau tempat juga dianggap sebagai wilayah dari penduduk tertentu tidak akan sama dari satu tempat ke tempat lainnya. Ini bedanya antara moral dan dharma. Dharma berlaku abadi. Dharma berkaitan dengan kasih. Dharma adalah tali cinta terhadap Tuhan.

Tali kasih atau cinta

Dalam buku Narada Bhakti Sutra by Maharshi Anand Krishna:

Tali cinta terhadap Tuhan seharusnya bisa mengikat seluruh umat manusia dalam ikatan persaudaraan. Koq, tidak bisa? Koq, belum bisa? Pasti ada yang tidak benar. Ada yang salah. Apakah kita sudah mencintai Tuhan?

Jawabannya tidak lain tidak bukan adalah karena kita belum kenal akan seni berkurban. Ya, yang mesti kita kurbankan adalah sifat hewaniah daam diri kita. Namun bukan berarti sinat hewan semuanya buruk.

Hewan tidak seserakah manusia. Pada umumnya hewan berburu untuk memenuhi rasa lapar agar tidak mati. Tetapi manusia? Banyak orang mengumpulkan harta atau bahkan mencari istri lagi hanya untuk memenuhi libidonya. Yang lucu mencari istri lebih dari satu katanya anjuran kepercayaannya. Sederhana: Bila memang mau membantu, tidaklah perlu dikawini. Bandingkan dengan hewan.

Yang perlu kita musnahkan adalah sifat reaktif dari hewan. Hewan tidak memiliki sfat responsif. Ketika libido hewan lain, ia tidak kenal waktu dan tempat; Inilah sifat reaktif. Bila manusia pun demikian, nah ini yang mesti dihapuskan dari program bawaan dalam diri manusia. Inilah guna dari Neocortex. Seni berkurban berarti mengembangkan Kemanusiaan dalam diri kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun