Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Ayur Hyipnoterapi dan Ananda Divya Ausadh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi Ayur Hypnotherapy dan Neo Zen Reiki. Menulis adalah upaya untuk mengingatkan diri sendiri. Bila ada yang merasakan manfaatnya, itupun karena dirinya sendiri.....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Beda Manusia dan Hewan

20 Oktober 2021   09:29 Diperbarui: 20 Oktober 2021   09:34 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia dan Hewan 

Beda manusia dan Hewan bukanlah pada bentuk fisik saja, pikiran dan Perasaan juga. Namun yang utama perbedaannya adalah bagaimana cara mengekspresikan emosinya. Penjelasan ini saya baca dari buku Alam Sini Alam Sana by Anand Krishna. Buku yang membuat saya sadar bahwa begitu banyak hal yang belum bisa terlihat oleh pandangan saya.

Saya kutipkan dari buku tersebut:

Banyak Kesamaan antara Manusia dan Hewan. Ungkapan emosi tidak jauh-jauh banget. Ya, jelaslah, Simpanse memiliki kemiripan DNA Dengan manusia sebanyak 90%. Kuching, 90%. Sapi dan Tikus, 80%

Hahaha, dan buah Pisang memiliki DNA mirip Dengan manusia sebanyak 60%. Dan, buah Kol - 50%! Puji Tuhan.


Perbedaan 

Perbedaan bukan pada bentuk maupun pikiran. Makan, minum, kebutuhan seks, dan tidur tidak ada bedanya. Cara mengekspresikan emosi lah yang membedakan antara manusia dan hewan. Ketika hewan mengalami rangsangan untuk menyalurkan hasrat birahinya, ia tidak lagi memandang apakah betina/jantannya anak atau induknya.

Manusia yang intelejensianya sudah berkembang akan menimbang efek perbuatannya. Saya katakan berkembang karena jangan salah bahwa hewan juga sudah memiliki intelejensia. Buktinya anjing yang bisa begitu setia pada majikannya juga karena memiliki intelejensia, tetapi belum berkembang sehingga memiliki kemampuan untuk memilah dan memilih. 

Selain buku On the Origin of Species (1859), ada karma lainnya yang lebih menjadi dari Charles Darwin: The Expression of the Emotion in Man and Animals (1872). Dalam buku tersebut, Darwin menulis tentang ungkapan emosi dalam manusia dan hewan-hewan lainnya. (Alam Sini Alam Sana)

Dampak Intelejensia 

Sungguh mengerikan dampak intelejensia yang kurang atau bahkan tidak berkembang. Kita bisa melihat akibatnya. Perubahan iklim atau pemanasan global dan berbagai kerusakan alam akibat ulah yang kita sebat sebagai manusia. Keinginan untuk menmapat kenyamanan yang berlebihan telah memberikan bencana alam. 

Sesungguhnya kita bersama sedang melakukan bunuh diri secara massal. Penggunaan air yang berlebihan namun tidak melestarikan alam. Banyak penebangan pohon sehingga terjadi banjir dan longsor. Timbulnya pandemic yang kita sebut Covid juga ulah kita bersama.

Ekspresi dari emosi yang tidak memperhatikan dampak telah membuat kita bersama mengalami kesengsaraan. Ekspresi emosi yang berlebihan juga sering kita lihat dari pebuatan manusia sekitar kita. Banyak perbuatan yang tidak terkendali karena belum berkembangnya intelejensia.

Janganlah menyalahkan orang lain, tetapi berupayalah untuk senantiasa mengamati diri sendiri:

APAKAH PERBUATAN SAYA MEMBERIKAN DAMPAK KERUSAKAN ATAU TIDAK?

Manusia Sesungguhnya 

Untuk menjadi sejatinya manusia adalah tujuan utama kelahiran kita di dunia ini. Kita mesti memahami makna atau arti kata 'manusia'. Man dan Isya. 'Man' ada keterkaitan dengan mind atau pikiran; sedangkan 'Isya' tentu dikaitkan dengana Ilahi atau ketuhanan; sifat mulia Tuhan: Kasih dan Sayang.

Ya hanya dengan mengubah pikiran intelektual yang hanya memikirkan kenyamanan tubuh dan indrawi menjadi intelejensia atau Buddhi, kita bisa amenjadi manusia seutuhnya. Proses ini hanya bisa terwujud ketika kita menjadi manusia yang berbdan kasar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun