Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Ayur Hyipnoterapi dan Ananda Divya Ausadh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi Ayur Hypnotherapy dan Neo Zen Reiki. Menulis adalah upaya untuk mengingatkan diri sendiri. Bila ada yang merasakan manfaatnya, itupun karena dirinya sendiri.....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cara Menghindarkan Diri dari Black Magic (Wejangan Anand Krishna)

3 Juni 2020   16:40 Diperbarui: 3 Juni 2020   16:46 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Black Magic
Di Indonesia, black magic ini lebih dikenal dengan tenung, santet, atau teluh. Dan masih banyak lagi sebutannya. Bukan hanya di Indonesia, tetapi di Asia secara umum mempercayai akan adanya hantu, setan serta ilmu dukun.

Seseorang pernah bercerita, saat ia kuliah di Swiss bahwa hanya orang dari wilayah Asia yang sering bisa melihat hantu di gedung-gedung tua di Eropa. Ini tidak mengherankan, karena orang Asia memiliki referensi tentang hantu.

Saya ingat khayalan saya. Jika memang orang Indonesia sakti dan bisa membunuh orang dengan santet atau teluh, mengapa ketika kita dijajah Belanda tidak dibunuh saja para pemimpin Belanda saat itu dengan santet atau teluh yang dikirimkan dari jauh?

Getaran/frekuensi dan referensi
Gelombang pikiran atau frekuensi serta referensi/memori yang ada dalam pikiran kita membuat seseorang bisa terkena pengaruh ilmu hitam. Dari sejak kecil kita melihat film atau cerita tentang dukun, santet, ilmu hitam atau ilmu gaib lainnya. Cerita yang kita dengar melalui telinga serta tontonan film yang kita lihat dengan mata, semuanya terekam dalam otak kita. Adanya memori ini mengakibatkan kita terkena. Ada kesamaan frekuensi...

Segala yang pernah kita rasakan, dengarkan, lihat, serta cium dengan indra penciuman akan teretam sera tersimpan. Ini semuanya menjadi referensi. Dan bila suatu ketika kita berada tempat yang ada kemiripan dengan yang ada dalam referensi yang kita miliki, maka dengan mudah akan membuat frekuensi gelombang pikiran kita selaras dengan keadaan tersebut.

Frekuensi mempercayai hal yang tidak membuat adanya peningkatan kemuliaan pada diri, kita sebut frekuensi rendah. Getaran atau frekuensi yang menarik kita lebih dalam pada keterikatan. Getaran yang semakin menjauhkan dari tujuan utama kelahiran manusia. Bukan mencari Tuhan, terapi menjadi Tuhan/Ilahi. Penjelasannya bisa dilihat di sini.

Bagaimana menghindarinya?
Tidak sulit. Ubahlah frekuensi getaran atau frekuensi pikiran kita. Seseorang yang dengan mudah terkena gendam atau tenung adalah ketika dalam keadaan cemas, takut, bingung. Dalam keadaan ini, orang tersebut sedang memutuskan hubungan dirinya dengan energi alam semesta. Ia memutuskan hubungan dirinya dengan Tuhan. Saat itu, orang tersebut dengan mudah terkena pengaruh ilmu hitam.

Sebaliknya, mereka yang selalu ceria dan tertawa bahagia akan sulit terkena pengaruh ilmu hitam. Frekuensi keceriaan serta bahagia selara dengan sifat alam semesta. So, ketika kita dengan sebenar-benarnya dalam keadaan itu, kita dibanjiri dengan energi alam semesta. Segala hal yang berjaitan dengan ilmi tersebut dengan sendirinya dapat dihindari.

Mungkin ada yang bertanya; 'Bagaimana jika ia mengatakan tidak percaya?'

Ketika ia berkata tidak percaya namun senang membaca atau menonton film horor, sesungguhnya ia percaya. Karena inilah sifat hukum tarik menarik. Bila sungguh-sungguh tidak percaya, ia sama sekali tidak suka mendengar serta menonton film yang berkaitan tentang hal tersebut.


Untuk lebih jelasnya, lihat video di bawah ini:


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun