Pertanyaan ini terispirasi ketika saya melihat reruntuhan bangunan di Mohenjo Daro dan Harappa. Pada garis yang ditebali tertuliskan:Â Uniknya di kota tersebut tidak ditemukan bangunan untuk kegiatan religius dan tanda-tanda sistem kasta
Masyarakat
Orang-orang Dravida yang diperkirakan merupakan pendiri kota kuno ini sendiri menjadi tanda tanya bagi para arkeolog. Riwayat mereka tak dapat ditelusuri hingga sekarang. Bahasa dan aksara yang mereka gunakan dalam artefak-artefak yang ditemukan di sana masih belum dapat dipecahkan hingga sekarang. Uniknya di kota tersebut tidak ditemukan bangunan untuk kegiatan religius dan tanda-tanda sistem kasta. Hal ini mengakibatkan para peneliti berspekulasi kalau masyarakat Mohenjo Daro dan Harappa merupakan peradaban yang hidup bergantung sepenuhnya pada ilmu pengetahuan (sudah meninggalkan praktek keagamaan) dan memiliki filosofi hidup yang tinggi (terlihat dari ketiadaan sistem kasta dalam hierarki sosial).
(Sumber disini)
Suatu reruntuhan yang menunjukkan bahwa perdaban Lembah Sungai Indus bukan lah peradaban yang terbelakan. Mereka memiliki peradaban yang maju. Ini terbukti bahwa tata ruang kota sangat teratur rapi. Jalan-jalan lebar didukung dengan sistem drainase perkotaan yang baik. Bandingkan dengan kondisi Jakarta saat ini yang konon katanya disebut sebagai kota modern, metropolitan. Hampir semua jalan tidak disertai sistem pembuangan air yang baik. Akibatnya??? Banjr dimana-mana ketika hujan turun sedikit agak lama.
Apakah ini yang disebut kota peradaban maju?
Tampaknya masyarkat kita yang hidup saat ini masih dalam kondisi less civilization. Ini selaras dengan kehidupan yang katanya relijius. Benarkah demikian?
Suatu koreksi bagi kita bersama, suatu peradaban yang reruntuhanya diindikasikan sebagai peradaban kuno, 2600 an tahun yang lalu. Lihatlah ini. Dari bukti peninggalan yang ada, kita bisa mengetahui cara berpikir mereka saat itu. Tidak adanya bangunan untuk kegiatan relijius secara kelompok bukan berarti mereka tidak kenal atau percaya Tuhan.
Sebaliknya, mereka sadar bahwa tempat ibadah atau bangunan relijius yang digunakan secara bersamaan bisa memicu perselisihan. Mereka sadar bahwa beribadah adalah masalah pribadi. Tidak perlu adanya peraturan oleh pemerintah atau negara. Keyakinan yang luar biasa. Ibadah atau ritual penyembahan kepada Yang Maha Esa bukanla sesuatu yang antas dipamerkan. Lakukan di rumah masing-masing, namun ketika hidup dalam masyarakat yang harus ditunjukkan adalah implementasi dari hasil penyembahan atau ritual. Hidup selaras dengan alam. Saling kasih mengasihi.
Adanya bangunan yang terencana dan tertata apik membuktikan bahwa mereka sadar bahwa kebersihan dan tidak adanya genangan air merupakan kebutuhan bersama agar hidup lebih sehat. Bukankah sehat merupakan sumber utama bagi kebahagiaan?
Suatu kebahagiaan dapat dicapai jka tubuh kita sehat. Tubuh sehat, kita bisa bekerja agar mencapai kesejahteraan. Sehat dan sejahtera adalah landasan manusia hidup bahagia.
Adanya saluran air dan jamban keluarga di setiap bangunan, sekali lagi menunjukkan bukti bahwa mereka sadar akan hubungan manusia dan alam. Kesadaran akan pentingnya air bagi masyarakat sebagai sumber kekuatan agar tetap survive membuktikan bahwa mereka faham betul bahwa mereka hidup bergantung pada alam. Alam bisa eksis tanpa manusia. Sebaliknya, manusia tidak bisa survive jika alam rusak.
Inilah prinsip: Alam sebagai IBU. Mother Nature. Sesungguhnya pla ini sudah dianut oleh masyarakat nusantara juga. Bagaimana kita selalu mengucapkan syukur saat panen pada Dewi Shrie. Shrie berarti kemuliaan. Dewi kemuliaan bararti ibu yang senantiasa memberi tanpa harapkan balas jasa.
Mari kita renungkan kehidupan atau kondisi kita saat ini......
Lihatlah sekitar kita....
Jujurlah terhadap diri sendiri.....
Benarkah tempat ibadah seperti yang ada di sekitar kita membuat hidup damai????
Atau, justru membuat kita semakin arogan???
Jika ada yang tidak setuju dengan tulisan ini, itu adalah hak anda juga.....
Adalah hak saya merenungkan dan bertanya berdasarkan bukti reruntuhan 3000 an tahun yang lalu......
Tidak satu pun yang bsa melarang perenungan saya sebagaimana juga saya tidak ada hak untuk melarang anda untuk berbeda pendapat...........
Salam Kasih................
Rahayu...............
Namaste......... Aku bersujud kepada Dia yang ada dalam diri setiap insan...........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H