Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Ayur Hyipnoterapi dan Ananda Divya Ausadh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi Ayur Hypnotherapy dan Neo Zen Reiki. Menulis adalah upaya untuk mengingatkan diri sendiri. Bila ada yang merasakan manfaatnya, itupun karena dirinya sendiri.....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dimanakah Letak Kedamaian Diri?

31 Agustus 2021   09:15 Diperbarui: 31 Agustus 2021   09:30 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pertanyaan ini terlontar dari seseorang yang sudah mencari kedamaian di seluruh pelosok negeri. 

Ketika tiba di suatu tempat yang sepi, ia merasakan kedamaian dalam diri. Tetapi tidak lama. Setelah beberapa saat, ia pun merasa tidak damai lagi. Ia pindah ke tempat lain yang katanya hening dan damai. Itupun hanya sesaat. 

Selama ini kita terpengaruh kata orang. Kata orang tempat ini damai, dan kita pun pergi ke sana. Kata orang tempat lain sepi dan bisa damai. Kita pun pergi ke tempat yang direkomendasikan, namun kembali hanya sementara. 

Satu minggu terasa damai, minggu berikutnya rasa damai pun hilang. Orang tersebut bernama Holla. Ia seorang yang haus rasa damai. Ia sudah pergi ke tempat suci, tempat ibadah, dan tempat sepi lainnya. Tetapi saja tidak bisa merasakan ke damaian diri. Akhirnya, ia minta nasehat pada Mulla. 

'Di manakah rasa damai itu, wahai Mulla teman sejatiku?'

Holla memiliki satu buntelan yang berisi pakaiannya. Ia mengikuti nasehat temannya. 'Sumbangkan semua hartamu, maka kau akan menemukan kedamaian dalam diri,' nasehat Mulla.

'Okey,' jawab si Mulla. 

'Hayuu ikut aku......' kata Mulla.

Dan mereka pun pergi berjalan beriringan. Ketika berjalan beriringan, tanpa disangka Mulla mengambil buntelan milik Holla, dan dibawa lari. Holla pun panik, dan mengejar pontang - panting. 

Oleh Mulla, buntelan tersebut diletakkan ke tanah. Lalu, ia pun bersembunyi di balik pohon mengamati kedatangan Holla. Alangkah lega hari Holla ketika menemukan buntelannya kembali. 

Saat ia memeluk buntelannya, Mulla datng menghampiri, dan bertanya: 'Apa yang kau rasakan Holla ketika kau menemukan kembali buntelanmu?' 

Holla menjawab: 'Aku merasakan kelegaan dan kedamaian hati'. Mulla pun menjelaskan, sesungguhnya kedamaian diri ada dalam diri setiap orang. Yang diperlukan sangat sederhana, menyadari adanya kedamaian dalam diri. 

Segala sesuatu yang di luar diri hanyalah ilusi. Banyak orang menjual tempat yang disebutkan sebagai tempat damai. Tetapi jika rasa damai itu tidak ditemukan dalam dirinya, kedamaian akibat pemicu dari luar diri hanya bersifat sementara. Kita telah dihipnotis massal bahwa kedamaian bisa diperoleh di luar diri. 

Sarana luar hanya pemicu pertama. Selanjutnya diri kita sendiri yang harus menyadarinya. Tanpa kesadaran diri, tidak mungkin kedamaian diri diperoleh. Saat mencari kedamaian diri, kita hidup di masa akan datang. Ia cemas mencari sesuatu. Ia hidup di masa depan. 

Ketika hatinya kecewa, ia menyesali peristiwa masa lalu. Ia hidup di masa lalu. Peristiwa yang melukai hatinya sudah terjadi di masa lalu. Mengapa ia tetap menyerahkan pikiran di masa lalu? Sementara badannya sudah berada di masa kini. Terjadi ketidak sinkronan antara pikiran dan badan. Inilah yang menjadikan ia menderita. 

Hanya seseorang yang hidup di masa kini yang bahagia dan damai. Ia menjadi saksi masa lalu dan tidak memikirkan keadaan esok. Saat pikiran berada di masa kini, ia bisa mensyukuri segala sesuatu yang telah diberikan Tuhan pada dirinya. Sinkronisasi antar badan dan pikiran terjadi. Ia damai...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun