Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Ayur Hyipnoterapi dan Ananda Divya Ausadh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi Ayur Hypnotherapy dan Neo Zen Reiki. Menulis adalah upaya untuk mengingatkan diri sendiri. Bila ada yang merasakan manfaatnya, itupun karena dirinya sendiri.....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Benarkah Kita Hidup Dalam Dunia yang Sama???

16 Maret 2015   13:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:35 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tidak sama tuan dan puan....

Mengapa???

Perhatikan saja. Anda dan saya pasti hidup dalam dunia yang berbeda. Bukankah anda memiliki sisi pandang yang berbeda dengan saya? Seperti itulah kita hidup. Setiap orang hidup dalam dunia masing-masing. Anda tidak akan bisa mempengaruhi dunia saya. Demikian juga sebaliknya.

Masalah pandangan surga saja, masing-masing orang berbeda. Pada hal jika kita mau mengacu pada referensi yang sama, kita akan memiliki sisi pandang yang sama.

Surga berasal dari kata 'su' dan 'varga'

'Su' berarti baik...

'Varga' berarti warga. Kelompok atau sekumpulan orang.....

Jika kita berada dalam sekelompok orang yang baik, kita sudah berada dalam surga. Baik dalam hal ini tentu mengacu pada kebaikan bersama. Kepentingan yang sama. Suatu kebaikan yang selaras dengan alam bukan untuk kelompok sendiri. Mereka yang hanya mementingkan kebaikan bagi kelompok sendiri tidak berbeda dengan maling. Bukan kah maling juga mengambil sesuatu untuk kepentingannya sendiri?

Pengertian tentang neraka juga beda. Neraka berasal dari kata 'narka'. 'Narka' berarti sesuatu yang tidak berguna. So, mereka yang selalu memikirkan sesuatu yang tidak berguna sesungguhnya sedang hidup dalam neraka. Dalam alam penderitaan.

Lantas apa yang disebut sesuatu yang tidak berguna???

Adalah segala sesuatu yang tidak menunjang terjadinya evolusi kesadaran. Kesadaran terus ber-evolusi hingga pada suatu titik pencapaian kesadaran bahwa sesungguhnya diri ini adalah Jiwa yang kekal abadi. Badan bukan tujuan melainkan sarana atau alat untuk menuju tujuan kelahiran. Kebebasan jiwa. Benar sekali jika ada yang membantah, bukan kah jiwa sudah bebas?

Tepat jiwa bebas adanya. Pikiran kita yang tidak bebas. Dan pikiran kita yang menjadkan kita hidup dalam dunia yang berbeda. Pikiran kita adalah pencipta dunia ini....

Jika pikiran kita penuh dengan rasa syukur, kita merasa hidup dalam surga. Kita berada dalam lingkungan yang diberkahi karena sekeliling kita ada manusia yang senantiasa memahami kepentingan bersama. Kepentingan bersama berarti kepentingan yang menguntungkan bagi kehidupan bersama. Bukan bagi golongan, kelompok bahkan diri sendiri.

Jika anda merasa tidak beruntung berarti anda hidup dalam dunia sendiri. Inikah dunia yang dikatakan sama?

Anda tidak bisa memaksa saya hidup dalam dunia anda. Demikian pula sebaliknya. Saya tidak mungkin memaksakan pola pikiran atau dunia saya pada diri anda.

Dunia kita adalah dunia menurut pikiran kita masing-masing. Itulah sebabnya dunia benda di sekitar kita berkembang terus. Ada yang masih butuh rumah, di sisi lain ada yang bekerja untuk menyediakan rumah. Ada yang butuh mobil mewah, di sisi lain ada yang bekerja untuk dapatkan uang dengan memproduksi mobil mewah. Dua dunia yang beda...

Eksistensi dunia karena adanya friksi kepentingan. Bukankah api juga terjadi karena friksi atau gesekan antara dua benda? Karena ada friksi kepentingan antara satu dengan lainnya, maka dunia terus berkembang....

Jangan-jangan alam pun berkembang karena sejalan dengan kepentingan manusia???

Siapa yang tahu???

Jawabannya ada pada rumput yang bergoyamg...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun