Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Ayur Hyipnoterapi dan Ananda Divya Ausadh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi Ayur Hypnotherapy dan Neo Zen Reiki. Menulis adalah upaya untuk mengingatkan diri sendiri. Bila ada yang merasakan manfaatnya, itupun karena dirinya sendiri.....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dimana Letak Rasa Takut?

26 Juli 2012   00:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:37 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika seseorang berpuasa karena sesuatu berarti ia belum sampai pada tingkat kesadaran makna puasa. Orang yang masih pada tingkat kesadaran seperti ini sangat pantas dikasihani. Tapi juga tidak salah. Tiada yang salah. Semua mesti melakoni tahapan pembelajaran. Sesungguhnya di dunia ini memang tempat untuk belajar.

Seseorang yang menyadari bahwa kita berada di dunia ini untuk belajar tidak akan mencela atau merendahkan orang lain. Bukankah sering kita berkata bahwa sesama bis kota dilarang saling mendahului? Seseorang yang merasa dirinya lebih hebat dari orang lain adalah orang yang masih pada tahapan kesadaran emosi.  Bahkan mungkin masih berada di tahap kesadaran badan.

Baik kesadaran badan maupun emosi masih belum stabil. Bagaikan awan di langit. Kadang ada kadang tidak. Yang tetap eksis adalah langit. Awan bagaikan hijab. Ketika awan tersingkap, terlihatlah langit berwarna biru. Dan ternyata warna langit biru itupun karena keterbatasan pandangan mata.

Demikian juga rasa takut sesungguhnya hanya bayangan kita saja. Keterbatasan pengetahuan membuat diri kita merasa takut. Bukankah ini ilusi ciptaan kita sendiri juga? Jika kita bisa memahami bahwa ketakutan adalah awan ciptaan kita sendiri, saat itu kita sudah melangkah lebih tinggi.

Langit biru itupun sesungguhnya hanya ada karena keterbatasan pandangan mata. Selama ini kita selalu diberitahu  bahwa langit itu ada. Tapi kita tidak pernah mendalami apakah benar langit ada? Pemahaman tentang Tuhan juga konsep manusia. Konsep ketuhanan ciptaan manusia terjadi karena keterbatasan pandangan atau pengetahuan manusia.

Bagi manusia yang dianugerahi neo cortex atau otak manusia seharusnya melangkah kan pikirannya pada sesuatu yang lebih tinggi. Dalam tempurung kepala manusia ada dua otak. Limbik atau otak hewaniah dan neo cortex. Bagian terakhir inilah yang bisa memahami konsep ketuhanan atau intejensia.

Limbik berurusan dengan intelek. Intelek selalu mempertimbangkan untung rugi. Ia belum memikirkan hal yang memuliakan jiwa. Bagian ini sangat reaktif. Hewan pun demikian. Sangat reaktif. Disinilah letak ketakutan tersebut.

Neo cortex atau intelegensi bersifat responsif. Selalu menimbang apakah tindakan nya perlu dilakukan atau tidak. Sifat intelegensia selalu menimbang apakah tindakan nya bersifat memuliakan jiwa atau tidak. Tiada lagi ketakutan berdasarkan penilaian orang.

Mari kita berlatih agar bisa melampaui rasa takut. Saatnya melangkah ke tahapan intelejensia.  Tinggalkan area Limbik. Otak hewaniah.......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun