Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Ayur Hyipnoterapi dan Ananda Divya Ausadh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi Ayur Hypnotherapy dan Neo Zen Reiki. Menulis adalah upaya untuk mengingatkan diri sendiri. Bila ada yang merasakan manfaatnya, itupun karena dirinya sendiri.....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Percaya Diri = Percaya Tuhan...

21 September 2014   18:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:02 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Aneh kan???

Sangat bertentangan dengan pendapat umum. Tetap benarkah demikian???

Mari kita renungkan, apa yang dimaksudkan dengan 'diri'???

Adakah seorangpun yang bisa menunjukkan dirinya???

Banyak orang akan mengarahkan telunjuknya pada dada, dan kemudian berkata: 'Ini diriku !!'

Saya akan menjawayab: 'Itu dadamu'

Dan yang lain akan menunjukkan spontan ujung telunjuknya pada bagian kepala. Dan sekali lagi saya akan menjawab: 'Itu kepala/hidung atau mata anda.'

Demikianlah kita semua, selalu saja bagaian badan kita sebagai identitas diri. Iu semua bagian tubuh, bukan diri. Bsakah dimengerti? Jika belum mari kita berasumsi dengan kata atau kalimat.

Apakah percaya diri sama dengan percaya tubuh atau badan? Pastinya tidak sama. Belum pernah saya mendengar seseorang berkata: 'Aku percaya tubuh/badan.' Pada umumnya orang berkata: 'Aku percaya diri'

So, 'Diri' berarti sesuatu yang tidak berwujud. 'Diri' adalah sesuatu yang abstrak. Yang luar biasa, kata 'diri' ini bersifat abadi. Tubuh si polan boleh mati, namun orang lain akan tetap berkata: 'Aku percaya diri.'

Mungkinkah dikatakan bahwa 'diri' sama dengan Tuhan?

Sangat mungkin. Mengapa tidak. Ke duanya bersifat abstrak dan abadi. Wujudnya adalah tidak berwujud. Bagaimana mungkin tidak berwujud dikatakan wujud. Tanpa wujud; itulah wujudnya.

Kembali pada 'diri'.

Tentu kita semua masih ingat bahwa dalam satu kitab suci disebutkan bahwa Tuhan tidak jauh dari urat lehermu. Dengan demikian sesungguhnya Tuhan tidak berjarak dengan tubuh manusia. Bahkan sering dikatakan bahwa tubuh manusia adalah kuil Tuhan. Menyayangi tubuh kita atau menyayangi tubuh orang lain sama saja kita menyayangi kuli Tuhan.

Mereka yang percaya diri benar tidak bakal tergoyahkan oleh pendapat orang lain. Karena ia sudah percaya dan yakin akan keberadaan Tuhan dalam dirinya. Hatinya lah singgasana Tuhan. Tentu bukan percaya dan yakin membabi buta. Percaya pada Tuhan berarti percaya pada hukum alam. Hukum dasar alam adalah: Hukum Sebab Akibat. Tiada satupun di bumi ini yang bisa terhindar dari hukum dasar alam ini.

Hukum alam juga berarti percaya pada Kasih dan Sayang. Bukankah ke dua sifat ini adalah sifat alam atau Tuhan. Siapa diantara kita bisa membantah bawa bisa hidup tanpa sinar matahari, air, bumi, dan udara. Bukankah kita sering menginjak-injak bumi. membuang kotoran kita ke bumi. Namun demikian bumi tetap saja menumbuhkembangkan tanaman yang pada akhirnya menjadikan tubuh kita bisa tetap bertahan hidup. Itulah sifat bumi yang senantiasa memberi dan memberi.

Perlakukanlah orang lain sebagaimana dirimu ingin diperlakukan. Inilah ayat yang ada pada seluruh kitab suci, walaupun dengan bahasa berbeda. Jangan memukul jika tidak ingin dipukul. Jika kita semua meyakini dan percaya pada hukum tersebut, kita meyakini bahwa diri sama dengan Tuhan.

Percaya Diri sama dengan percaya Tuhan. hati menjadi tenang dan bahagia. Cacian dan pujian tidak akan menggoyahkan dirinya.

Seseorang yang percaya pada sesuatu yang di luar diri sesungguhnya belum percaya Tuhan. Ketika seseorang mencaci, ia akan bertanya pada dirinya, bagian manakah dari badanku yang tersakiti. Tidak ada. Bagian fisik sama sekali tidak merasakan sakit. Dapat dipastikan seorang menjawab: 'Bagian hati saya yang sakit'

Pernahkan kita berpikiran bahwa sesungguhnya kita bisa menghentikan sakit hati. Katakanlah: ' Enough is enough'

Sesungguhnya hati kita tidak dapat disakiti selama kita tidak memikirkan kata-kata orang tersebut. Dengar dan lupakan. Jika dipikirkan lebih panjang, pikiran kita yang menjadi sakit. Bukan hati... Mungkinkah pikiran sakit? Ya itulah orang gila...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun