Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Cara Cerdas The Azkals Tundukkan Para Belia Timnas Garuda

22 Desember 2024   16:17 Diperbarui: 22 Desember 2024   16:32 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

The Azkals adalah julukan Timnas Filipina yang dikenal selama ini. Tadinya julukan itu berawal dari warna Biru kostum Filipina sehingga mereka menamakannya dengan Azul Calle,warna Biru. 

Kemudian mereka singkat menjadi Azcal yang justru memiliki arti lain dalam bahasa Filipina yaitu Asong Kayle yang berarti Anjing Jalanan.  

Julukan itu lahir saat Filipina menjadi tuan rumah SEA Games 2005 dimana Timnas Filipina U23 berkiprah dan resmi mendapatkan julukan tersebut dari para suporter mereka. 

Apapun julukan para suporter mereka yang jelas saat The Azkals menjalani laga tandang menghadapi Timnas Garuda yang dihuni para belia di Stadion Manahan Solo Sabtu (21/12) malam, mereka sudah berhasil menerapkan taktik cerdas untuk menundukkan skuad muda asuhan Shin Tae yong. 

Cara tersebut identik seperti yang dilakukan Timnas Italia di final Piala Dunia 2006 di Jerman. Gli Azzuri saat itu menghadapi Prancis yang lebih diunggulkan menang. Skuad Italia tahu diri lebih underdog dari Prancis yang memiliki super star Zinedine Zidane. 

Oleh karenanya mereka harus menerapkan taktik dengan cerdas. Sepanjang laga mereka selalu memprovokasi setiap duel-duel dengan para pemain Prancis. Begitu juga duel-duel panas pelanggaran Materazi terhadap Zidane, tapi pemain Prancis itu tidak terpancing. 

Puncaknya adalah provokasi Matterrazi kepada Zidane dengan sebuah umpatan kepada Ibunda pemain Prancis itu sehingga berhasil membuatnya marah yang berujung kartu merah karena tandukannya kepada bek tengah Italia tersebut. 

Momen itu seakan diulang dalam laga Indonesia menghadapi Filipina ketika gaya ala Materrazi diadopsi oleh sosok Amani Aguinaldo terhadap Muhammad Ferarri. 

Provokasinya memeluk tubuh Ferarri dengan ketat saat terjadi kerumunan pemain di area penalti Filipina, berujung sebuah sikut mendarat di dada Aguinaldo. Bek tengah berusia 29 tahun itu yang juga kapten tim Azkals merespon dengan berlebihan berguling-guling sambil memegang wajahnya. 

Wasit asal Jepang, Takasaki langsung memberikan kartu merah. Keputusannya tidak berubah walaupun sudah meminta ruangan VAR merivew kejadian tersebut. 

Sejak menit ke-42 itu Timnas Garuda bermain dengan 10 pemain. Sungguh insiden yang tidak perlu terjadi. Dari awal padahal sudah diwanti-wanti jangan mudah emosi ketika terjadi provokasi. Namun bisa dimaklumi darah anak muda yang masih labil. 

Kartu merah sebelumnya juga terjadi ketika Indonesia melawan Laos. Marselino Ferdinan mendapatkan kartu kuning kedua akibat pelanggarannya yang berlebihan akibat emosi yang tidak terkontrol. 

Dengan hanya bermain 10 orang tentu saja performa skuad Garuda menjadi pincang. Untung saja skor imbang masih bisa dipertahankan sampai dengan babak pertama usai.

Pada babak kedua, skuad Garuda terus mencoba untuk menyerang dan Filipina hanya mampu bertahan. Mereka melakukan serangan balik cepat secara sporadis. 

Dalam laga lain Vietnam pada awal babakkedua unggul 1-0 bahkan beberapa menit kemudian mereka kembali mencetak gol sehingga unggul2-0. Itu artinya Indonesia bisa membuka peluang untuk lolos dengan mempertahankan hasil imbang. 

Mereka sudah benar melakukan serangan walaupun hanya memiliki 10 pemain. Demikian pula transisi berjalan dengan baik. Terlihat skuad belia ini memiliki menatl yang cukup tangguh pantang menyerah. 

Gelandang Arkhan Fikri, Rayhan Hannan, Ahmad Maulana, mereka semua beerja sama dengan pemain lain yang berpengalaman seperti Asnawi Mangkualam, Marselino Ferdinan dan Pratama Arhan. 

Lini belakang juga cukup solid dengan duet bek Kadek Arel dan Donny Tri Pamungkas plus penjaga gawang Cahya Supriyadi yang banyak berjibaku mengamankan setiap ancaman pemain Filipina. 

Malapetaka itu tetiba hadir ketika dalam sebuah serangan balik Paul Tabinas memberikan mpan dari sisi kanan pertahanan Garuda, bolanya menyentuh tangan Donny Tri Pamungkas. Hadiah penalti untuk Filipina yang mampu diselesaikan dengan baik oleh Bjorn Kristensen menadi gol. 

Setelah ketinggalan gol tersebut, skuad belia Garuda pantang putus asa, mereka terus menyerang. Ada peluang emas dari Marselino Ferdinan, Arhan Fikri, Hokky Carakan dan Ronaldo Kwateh yang masuk pada sisa-sia waktu babak kedua. 

Namun semua sia-sia tiak ada satupun peluang emas tersebut menjadi gol berkat kiper Filipina, Quinci Kammerrad bermain cemerlang menangkal semua tembakan pemain-pemain Garuda. 

Padahal saat itu Vietnam sudah unggul 5-0 atas Myanmar. Hanya saja Indonesia tidak mampu memanfaatkan situasi menguntungkan tersebut, justru Filipna yang cerdas bermain menghadapi para belia yang masih mudah emosi dalam setiap aksi mereka. 

Tidak perlu menyalahkan siapapun setelah laga tersebut. Lebih baik diambil hikmahnya karena masih banyak catatan-catatan yang butuh perbaikan bagi skuad belia Timnas ini. Tegakkan kepala wahai anak muda, tugas di depan masih banyak yang harus kalian tuntaskan. 

Bravo Merah Putih @hensa17. 

***** 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun