Namun aku urungkan niat itu ketika aku melihat Erika ternyata berhasil menahanku agar tidak pindah kampus. Mungkin ada baiknya juga seorang Hendarno ditantang move on dengan kehadiran Erika Amelia Mawardini di hadapannya.Â
Malam semakin larut. Di Rumah Duka itu para pelayat sudah semakin sepi. Sementara aku masih setia mendampingi Erika yang sudah ditidurkan di sebuah Peti Mati.Â
Rencana keluarganya akan memakamkan mendiang Erika besok siang. Maka malam ini adalah terakhir bagiku bisa bercengkerama dengan Erika sehingga waktu yang berharga ini tidak boleh disia-siakan.Â
Walaupun rasa lelah dan kantuk sudah mendera seluruh tubuh ini, tetapi aku masih berada di samping peti mati itu,kendati sempat tertidur sejenak.Â
Rumah duka itu semakin malam semakin sepi. Aku baru saja membuka kedua mataku tetiba Erika berada di depanku tersenyum sambil merentangkan kedua tangannya ingin menyambutku.Â
Aku sangat terharu dengan ajakannya. Aku sangat kagum dengan kecantikannya. Wajahnya yang rupawan itu bercahaya. Memandangku dengan kedua matanya yang indah dan senyumnya yang menawan.Â
Aku baru ingat kalau Erika sudah pergi selamanya. Aku kini berada di tempat yang sangat asing, terperangkap dan tersesat kehilangan jalan pulang. Ketika aku tersadar sepenuhnya, maka semuanya sudah terlambat. Â
@hensa17.Â
Penulis adalah Pensiunan yang menjadi Kompasianer sebagai kontributor artikel-artikel untuk rubrik olah raga dan fiksiana.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H