Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ramadan dan "Makna Bersyukur"

11 Maret 2024   01:10 Diperbarui: 11 Maret 2024   01:38 1007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ramadan adalah bulan dengan sejuta harapan untuk mendapatkan Ridho Allah. Selama beribadah puasa pada bulan Ramadan betapa banyak kenikmatan yang hadir, baik itu kenikmatan lahir maupun kenikmatan batin.  

Sebagai seorang hamba, maka sudah selayaknya kita harus bersyukur kepada Allah yang Maha Pemberi kenikmatan. Bersyukur tersebut adalah sebuah pengabdian yang tulus dalam pengakuan sosok seorang hamba kepada Al Kholiq. 

Makna lain dari bersyukur adalah kepatuhan seorang hamba yang mengiringi pengabdiannya selama menjalani kehidupan. 

Bersyukur adalah bagian dari langkah dalam hidup ini bagi hamba-hamba yang menjadi pilihan Allah. Tiada hari tanpa rasa syukur. 

Tentang hal ini Allah dalam KitabNya selalu mengingatkan bahwa betapa masih banyak hamba-hambaNya yang tidak mau bersyukur. 

Hal tersebut sudah sangat jelas tertera dalam Al Quran yang menyatakan : "Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang beryukur." (QS.Saba Ayat 13).  

Tidak mampu bersyukur kepada Allah adalah sebuah kerugian yang sangat besar dan fatal bagi seorang hamba Allah. Kenapa demikian? 

Karena Allah sendiri menjamin kepada hambaNya yang pandai bersyukur atas nikmat yang diberikan, maka Allah akan terus menambah kenikmatan tersebut. 

Simak dan telaah bagaimana jaminan Allah itu tertera dalam FirmanNya : "Sesungguhnya jika kamu bersyukur maka pasti Kami akan menambah kenikmatan kepadamu." (QS Ibarahim Ayat 7). 

Al Quran sebagai pedoman kehidupan selalu mengajarkan kepada hamba-hamba pilihanNya untuk selalu bersyukur. 

Dengan melakukan syukur maka kedekatan seorang hamba dengan Kholiqnya semakin akrab. Rasa syukur mempererat hubungan dengan Allah. 

Keakraban itu juga merupakan nikmat besar yang tidak mudah bisa dirasakan oleh hamba-hamba Allah. Hanya hamba yang terpilih yang bisa merasakan makna besar dari rasa bersyukur. 

Kedudukan bersyukur adalah ibadah yang memiliki level tinggi di hadapan Allah. Syukur memiliki maqom lebih tinggi dari sabar, khauf, zuhud dan maqom-maqom lainnya. 

Maqom ini bisa kita pahami sebagai sebuah upaya seorang hamba dengan penuh kesungguhan. Maqom adalah latihan yang dilakukan seorang hamba yang ingin memiliki kedekatan dengan Allah. 

Betapa nilai syukur ini sangat tinggi di hadapan Allah bisa kita lihat sebesar apa ketakutan Rasulullah SAW sehingga diriya tidak mampu untuk menjadi orang yang bersyukur. 

Dalam sebuah riwayat Hadis, Rasulullah SAW menangis ketika sedang melakukan sholat Tahajjud. Saat istri beliau, Aisyah RA bertanya: 

"Apa yang menyebabkan Rasulullah menangis? Bukankah Allah telah mengampuni semua dosa-dosa masa lalu dan juga juga dosa-dosa yang akan daang wahai Rasulullah?" 

Beliau malah menjawab dengan sebuah pertanyaan kepada dirinya sendiri, bahwa Rasulullah sangat takut tidak mampu menjadi hamba Allah yang bersyukur. 

Rasulullah menjelaskan bahwa nanti pada hari kiamat Allah berseru kepada orang-orang yang memuji Allah agar bangkit. Maka bangkitlah mereka dan mereka diizinkan Allah untuk masuk surga. 

Aisyah RA bertanya, siapakah orang-orang yang suka memuji itu? Lalu Rasulullah SAW menjawab bahwa orang-orang yang suka memuji  itu adalah orang-orang yang bersyukur. 

Maqom bersyukur ini akan terus kekal ketika hamba-hamba itu sudah berada di Alam Barzah. Mereka sudah mendapatkan jaminan surga karena ketulusan dalam bersyukur. 

Merekapun menutup setiap doa-doa mereka dengan ucapan Alhamdulillahi Robbil Alaamiin yang berarti Segala Puji hanya bagi Allah, Tuhan Semesta Alam. Hal itu seperti tertera pada Al Quran Surat Yunus Ayat 10. 

Memang tidak mudah memahami rasa syukur. Kita harus memahami ilmunya bahwa makna rasa syukur baru bisa kita mengerti jika kita mengerti tentang nikmat dan Dzat Pembuat nikmat tersebut. 

Kita juga harus memahami bahwa seluruh nikmat dalam kehidupan ini berasal dari Allah, Dzat yang Mutlak berkuasa atas segala sesuatu. 

Rasa syukur harus dipahami dari pintu tauhid dalam baju aqidah bahwa tidak ada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah UtusanNya. 

Memahami Keberadaannya dan memahami KekuasaanNya lalu memhami untuk MemujinNya adalah tahapan untuk menuju seorang hamba yang pandai bersyukur. 

Semoga kita termasuk ke dalam hamba-hambaNya yang sangat pandai dalam bersykur. Aamiin.

Salam @hensa17. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun