Ramadan dari waktu ke waktu selalu penuh cerita. Di antara kita yang menjalankan ibadah puasa dipastikan menyimpan sejuta kenangan bersama momen-momen Ramadan.Â
Terutama kenangan Ramadan tersebut terjadi pada masa kanak-kanak, masa dimana perkembangan kesadaran beribadah puasa tengah mengalami pembinaan dari  lingkungaa keluarga.Â
Masa-masa itu menyimpan kenangan sholat tarawih bersama teman-teman di Masjid, jalan-jalan pagi sepulang sholat Subuh berjamaah di Masjid.Â
Begitu juga kenangan ikut kegiatan membangunkan orang-orang untuk makan sahur dengan berkeliling kampung mneggunakan alat-alat musik seadanya.Â
Kenangan kegiatan ngabuburit yaitu sebutan bagi kegiatan sore hari dalam menunggu berbuka puasa. Pada masa kecil kegiatan ngabuburit dilakukan beragam cara. Â
Untuk generasi Baby Boomers, zaman saya yang lahir antara tahun 1946-1960 an kegiatan ngabuburit lebih banyak dilakukan dengan kegiatan olah raga sore yang ringan, memancing di sungai, bermain petak umpet atau aneka ragam permainan tradisonal.Â
Ada juga kegiatan ngabuburit yang lebih produktif yaitu mengaji Al Quran bersama di Surau atau Masjid, sambil menunggu bedug Maghrib untuk berbuka puasa.Â
Bagi generasi Z dan Milenial, tentu kegiatan ngabuburit sudah berbeda. Mereka lebih banyak melakukan kegiatan yang berhubungan dengan kecanggihan teknologi saat ini seperti bermain games on line.
Mereka mengisi kegiatan ngabuburit juga dengan berburu takjil untuk buka puasa. Atau mereka yang suka membaca, kegiatan ngabuburit dilakukan dengan membaca buku atau berselancar di jagad maya.Â
Bagi saya kenangan masa kecil selama bulan Ramadan adalah kenangan bersama Ibu yang sekarang sudah Almarhumah.Â
Kenangan ini menjadi sebuah momen dalam persiapan mental yang sekaligus menjadikan motivasi  untuk menyambut bulan Ramadan yang penuh dengan KeberkahanNya.Â
Kenangan indah saat berpuasa pada masa kecil bersama Ibu, sosok panutan yang pertama kalinya mengajarkan ibadah puasa.Â
Ibu pertama kali mengajarkan puasa yaitu dengan menjalani Puasa Bedug. Kegiatan puasa tersebut hanya dilakukan oleh anak-anak seusia Sekolah Dasar dengan menjalani ibadah puasa hanya sampai  waktu Dzuhur.Â
Untuk makan sahur, jika tidak bangun malam untuk makan sahur bersama keluarga, maka kadang kala makan sahurnyapun dilakukan pada pagi hari seperti layaknya sarapan pagi.Â
Tentu saja berpuasa model puasa bedug ini hanya sebagai pembinaan untuk anak-anak yang belum berakil baligh. Pentingnya pembinaan mental dan fisik dalam beribadah puasa, telah diterapkan oleh orang tua zaman dulu.Â
Selain kenangan masa kecil, banyak pula kenangan masa remaja, masa dewasa dalam menjalankan ibdah puasa bersama Ibu.Â
Pada saat berbuka puasa, kolak pisang selalu dihidangkan oleh Ibu sebagai makanan untuk takjil. Tidak seperti orang-orang yang berburu takjil, Ibu selalu membuat sendiri makanan takjil untuk berbuka bersama keluarga.Â
Pada masa remaja, Ibu juga yang memberikan pelajaran disiplin sholat berjamaah di Masjid. Apalagi pada bulan Ramadan, sholat berjamaah semakin disiplin.Â
Kegiatan sholat Tarawih dan Tadarus membaca Al Quran menjadi acara yang rutin diikuti selama Ramadan. Semuanya berkat pelajaran yang sangat berharga dari Ibu.Â
Ibu sebagai seorang Guru Sekolah Rakyat (Belum menjadi Sekolah Dasar pada tahun 60an itu), adalah sosok yang displin menerapkan prinsip-prinsip etika dan ajaran agama.Â
Hal pertama yang diajarkan Ibu padaku adalah belajar sopan santun dalam pergaulan baik sesama yang seusia mapun dengan kalangan yang usianya lebih tua. Kepada mereka Ibu selalu mengajarkan untuk memperlakuan dengan rasa hormat.
Selain mengajarkan karakter dasar dari karakter menuju ahlak yang mulia, Ibu juga selalu intensiv mengajarkan prinsip-prinsip dari pondasi beragama yang bertumpu pada kepatuhan sejati.Â
Belajar aqidah tauhid dengan cara sederhana yang mudah dipahami bagi seorang anak-anak. Misalnya Ibu selalu mengajarkan bahwa Allah itu selalu "Melihat" kita. Allah selalu ada di mana-mana. Allah itu Esa tidak ada yang menyamaiNya. Allah itu Maha Berkuasa.Â
Semua pelajaran yang Ibu berikan saat itu selalu tertanam dan terbawa hingga saya menjalani hari tua ini. Tidak ada yang lebih indah saat Ramadan tiba selain mengenang jasa-jasa dari sosok Ibu Almarhumah.Â
Ibu, Anakmu kini merasa kangen bertemu denganmu. Semoga nanti kita kembali bisa bersua penuh bahagia di SorgaNya. Aamiin.Â
Salam @hensa17.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H