Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Merampungkan Cerbung "Pijar Api Krakatau"

2 Juni 2023   15:52 Diperbarui: 2 Juni 2023   16:53 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pijar Api Krakatau (Foto Dokumen Pribadi)

Pada tahun 2016 tepatnya 20 Mei 2016 saya berniat membuat cerita bersambung (Cerbung) berjudul Pijar Api Krakatau. Namun hingga tahun 2023 ini Cerbung tersebut ternyata masih belum juga rampung. 

Pijar Api Krakatau adalah fiksi sejarah yang terjadi di daerah Banten pada kurun waktu antara tahun 1880 sampai dengan 1883.

Saat itu bagi masyarakat Banten adalah hari-hari yang penuh dengan gejolak penindasan dari penjajah Kolonial Belanda yang ingin tetap mempertahankan jajahan Tanah Banten. 

Rakyat Banten yang sudah sangat menderita dengan kekejaman Kolonial Belanda, mereka juga tengah dilanda musim kemarau sangat panjang. 

Baca juga: Pijar Api Krakatau

Sudah hampir dua tahun tidak turun hujan. Maka kekeringan terjadi dimana-mana. Beberapa desa mengalami keprihatinan ketika tanah pertanian mereka mengalami gagal panen dan mengancam penduduk dengan musibah kelaparan. 

Selain itu di desa-desa tersebut juga terjangkit wabah penyakit sampar yang menyerang ternak kerbau atau kambing sehingga mati sia-sia.

Mereka juga tanpa sadar selalu terancam aktivitas Gunung Krakatau yang semakin meningkat aktivitas vulkaniknya. 

Hampir setiap saat Krakatau selalu menyemburkan asap hitam ke udara dengan pijar-pijar lidah apinya menjilat langit di atas Selat Sunda. 

Bayu Gandana adalah sosok muda asli dari Tanah Banten yang harus mengalami semua peristiwa gejolak penjajajahn Belanda dan musibah alam paling dahsyat dalam sejarah yaitu letusan Gunung Krakatau. 

Pemuda ini berusaha selalu berdiri di atas kedua kakinya untuk menjaga kehormatan Tanah Banten dari kejahatan penjajah Belanda. 

Demikian sebuah sinopsis yang mengawali cerita bersambung yang hingga saat ini masih juga belum rampung. 

Saya sengaja tidak mau mematok target kapan selesainya cerita bersambung fiksi sejarah ini. Biar saja mengalir menjadi tulisan yang setia hadir di Kompasiana. 

Nah bagi Anda yang menggemari cerita bersambung fiksi sejarah silakan mulai membaca Episode awalnya yang saya tulis pada 20 Mei tahun 2016 : 

Ombak Putih Selat Sunda          

Episode berikutnya berturut-turut para pembaca bisa meng klik tautan-tautan di bawah ini : 

Jalan Menuju Utara

Di Tengah Wabah Ada Misteri Dua Kiai 

Menyingkap Rahasia Buronan Sang Gubernur

Misteri Teluh Banten

Misteri Teluh Banten (2)

Tahayul di Dusun Suluh Hawu

Bagi Anda penggemar cerita fiksi sejarah, selamat membaca 7 episode tersebut sambil menunggu episode-episode selanjutnya. 

Terima kasih atas perhatian para pembaca. 

Salam literasi @hensa17. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun