Anindita sore itu sudah boarding di Bandara Juanda untuk bersiap kembali ke Jakarta. Tetiba ponselnya berbunyi. Ada tertera nama Mas Pras di layar ponselnya.Â
"Hallo Anin!" Suara Prasaja dengan nada gembira. Â
"Hallo Mas Pras!" Suara Anin bergetar.Â
 "Terima kasih sudah berkunjung ke pabrik. Solihin baru saja laporan."
"Iya Mas sama-sama."Â
"Kok gak bilang dulu kalau mau ke Malang." Suara Prasaja penuh sesal karena dia tidak bisa bertemu Anindita pada momen itu.Â
"Iya Mas. Namanya juga sidak. Eh kebetulan juga Pak GM nya tidak di tempat. Jadi saya lebih leluasa mengorek data dari pegawainya." Kata Anin sambil tertawa. Prasaja juga tertawa di seberang sana.Â
"Lain kali kalau ada acara ke Surabaya atau Malang telpon kami ya. Mbak Aya juga sudah kangen kamu lho Anin."Â
"Iya Mas Pras. Terima kasih."Â
Dialog itu sangat singkat tapi mengandung banyak makna bagi Anindita. Mas Pras dan Mbak Aya, lengkapnya Azkia Samha Saufa, istri tercinta dari Mas Pras, mereka sudah juga sangat dirindukan Anindita.Â
Entah kapan ada pertemuan lagi dengan mereka. Anindita mungkin tetap menyimpan rasa rindu itu hingga terbayar tunai dalam sebuah pertemuan. Namun entah kapan.Â