Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Lamunanku

5 Maret 2022   17:43 Diperbarui: 22 September 2022   18:38 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Liburan semester ini untuk pertama kalinya Anindia Nilajuwita pulang ke Indonesia. Enam bulan sibuk dengan urusan kuliah Manajemen Lingkungan di University of Queensland, membuat Anin rindu berat dengan Kota Bogor.

BACA JUGA : Hubungan Toksik Pertunanganku. 

Maka kesempatan liburan ini ingin dimanfaatkan sebaik-baiknya. Melepas kerinduan untuk Papa dan Mama.

Sebagai anak tunggal, Anindia semakin mandiri karena segala sesuatu harus dilakukan sendiri. Kedua orang tuanya juga tidak pernah memanjakan secara berlebihan.

Pada liburan ini Anindia sengaja tidak memberi kabar tunangannya, Roby yang berdinas di Mabes TNI di Cilangkap.

Sejak lulus dari Magelang dengan nilai terbaik, Roby memang ditempatkan di Cilangkap sambil menunggu penugasan ke luar Jawa.

Anin seharusnya pergi ke Jakarta menjumpai Sang Kekasih, tapi entah kenapa gadis ini lebih suka tinggal di Bogor.

Bahkan di rumah berkali-kali Papanya menyarankan agar Anin berlibur di Jakarta saja. Ayahnya berharap anak gadisnya bisa "quality time" bersama tunangannya, Roby.

Namun Anin tetap memilih liburan di tempat kelahirannya, Bogor, yang begitu banyak meninggalkan kenangan.

Anindia sendiri tidak tahu mengapa pertunangan ini dirasakan justru telah mengikat kebebasannya. Dalam arti segala sesuatu harus dikaitkan dengan Roby.

Anin juga tidak tahu mengapa selama ini surat-surat via email dari Roby tak pernah dibalasnya. Jikapun berkomunikasi via medsos, Anin hanya sekedar melayani dengan jawaban seperlunya.

Selama ini gadis ini juga tidak mengerti mengapa harus bersikap dingin kepada Roby.

Entahlah nampaknya Anindia masih menyukai kebebasan. Cincin tunangan yang melingkar di jari manisnya dirasakan telah merengut kebebasannya.

Entahlah yang jelas kini Anindia merasa seperti ada yang membelenggu kebebasan di ruang hatinya.

Tidak terasa liburan hanya tinggal 3 hari lagi. Begitu cepatnya waktu berlalu dan Anindia harus segera kembali ke Australia bercengkerama rutin lagi dengan ilmu lingkungan dan mulai mempersiapkan tesis S2.

Saat itu Anindia tidak menyangka pada hari Sabtunya ternyata Roby sengaja datang dari Jakarta hanya untuk menjumpainya.

"Cukup menyenangkan liburannya?" Tanya Roby. Anin hanya angkat bahu sambil tersenyum.

"Kuharap memang begitu. Tadi malam Papa mengabariku karena kamu akan segera balik ke Australia."

"Iya maaf ya Rob. Aku tidak mengabarimu hanya kuatir kamu sibuk dengan tugas-tugasmu," suara Anindia datar.

"Gak apa-apa Nin. Tadinya kupikir kamu mau liburan di Jakarta. Aku tidak yakin kalau kamu tidak tahu selama itu aku merindukanmu. Terlebih-lebih tak begitu banyak kabar darimu selama ini."

Roby menjelaskan kekecewaannya terhadap sikap Anin yang selama ini selalu tidak acuh, apatis.

"Maaf Rob. Aku memang lagi malas saja membalas email" kata Anin seenaknya.

Kulihat Roby masih tertunduk. Terbaca pada raut wajahnya perasaan kecewa, kesal, gelisah. Namun perasaan-perasaan tersebut tertutup oleh sikap sabarnya.

Sejak SMA dulu Roby memang penyabar. Ketika dia tahu kalau Anin sebenarnya lebih suka kepada Prasaja Utama, kakak kelasnya. Namun Roby tetap tidak menyerah terus mengejar cinta Anindia.

Roby yang gagah, ganteng dan sekarang sudah menjadi Perwira Militer yang cerah masa depannya, yang selalu penuh pengertian.

Rasanya aneh saja semua itu sama sekali tidak menarik perhatian seorang Anindia. Bahkan saat mereka sudah bertunangan dan hanya tinggal menunggu tanggal pernikahan.

Rencana pernikahanpun sebenarnya sudah ditentukan usai Anindia selesai menunaikan program S2 nya dari Australia.

Sambutan Anindia dengan sikap apatis, acuh tak acuh seperti ini. Dengan sikapnya, kadang-kadang kesadaran itu timbul bahwa Anin telah berbuat keterlaluan.

Terutama disaat momen menatap punggung Roby yang harus kembali ke Jakarta dengan penuh rasa kecewa.

"Seharusnya kamu tidak bersikap seperti itu!" pendapat Ibunya yang merasa heran dengan sikap anak gadisnya.

"Bukankah dia tunanganmu. Kamu harus bersikap lembut jangan judes." Suara Ibu memberikan nasihat kepada anak gadis satu-satunya.

Dua bulan tidak terasa sudah dijalani Anindia kembali sibuk dengan buku-buku dan aktivitas kampus. Draf proposal tesis juga sudah mulai digarap dengan serius.

Ketekunannya membuahkan hasil ketika proposal tesisnya mendapat persetujuan semua pembimbingnya.

Namun pada malam itu, Anindia masih termenung di kamarnya. Baru saja dia selesai membaca sebuah pesan dari Roby.

Pesan yang berisi sebuah peristiwa yang benar-benar membuat perasaannya semakin resah.

Ada yang aneh ketika perasaan cemburu menyelinap dalam relung hatinya.

Anin seakan tidak percaya apa yang ditulis Roby dalam pesan di aplikasi medsos tersebut.

Roby bercerita. Suatu malam dia berkencan dengan seorang gadis. Roby mengenal gadis itu karena gadis itu adalah putri komandannya.

Mereka mulai akrab dengan seringnya Roby menemani gadis itu. Anin mencoba untuk menahan perasaan cemburu ini dan harus menghargai kejujuran Roby.

"Percayalah Nin. Aku cuma berteman. Dia menganggapku kakaknya, demikian pula aku menganggapnya adik." Itu pengakuan Roby ketika mereka sempat berbincang memlaui ponsel.

Anindiapun mengira kencan-kencan Roby dengan gadis itu tidak akan berbuntut panjang. Tapi ternyata ceritanya bertambah menarik ketika orang tua gadis itu meminta kepastian pertangung jawaban Roby.

Sangat menyakitkan bagi Anindia menghadapi kenyataan di depannya. Tidak pernah menyangka Roby teganya berhianat. Perbuatannya menodai gadis itu tindakan fatal.

Kini Anin harus mengambil keputusan yang tegas. Tidak boleh lagi ada keraguan untuk melupakan kepedihan ini. Anin menyadari posisi Roby ketika gadis itu adalah putri komandannya.

Akhirnya dengan tekad yang bulat Anindia telah membuat keputusan yang sangat penting dalam hidupnya.

"Nin! Mengapa harus begitu keputusanmu?" Roby menanyakan keputusan Anin dalam perbincangan itu.

"Kupikir selama ini kamu lebih dekat dengan dia daripada denganku. Apalagi kini orang tua gadis itu meminta kepastian pertanggung jawabanmu." Tegas Anindia.

"Tidak Anin! Aku tidak setuju dengan keputusanmu. Kita harus jadi menikah!" kata Roby.

"Kamu itu tidak punya perasaan. Logikamu ada dimana? Janin dalam rahimnya mau dikemanakan?" Anindia tampak tidak bisa menahan emosinya.

Pernah Roby berniat keluar dari dinas ketentaraanya untuk menghindari gadis itu lalu menikah dengan Anindia.

Namun, sungguh itu perbuatan yang tidak satria. Perbuatan seorang pengecut yang berusaha lari dari tanggung jawab.

Anin tetap kukuh pada keputusannya. Keputusan ini diambil Anindia tanpa setetespun air mata jatuh dari kelopak matanya. Anin sendiri tidak mengerti mengapa demikian tabah menghadapi cobaan itu.

Apalagi jika teringat hampir 12 tahun Anin membina cinta dengan Roby. Rasanya seperti mimpi ternyata harus berakhir seperti ini.

Papa dan Mamanya terkejut mendengar berita itu sebab sebelumnya Anin tidak pernah memberitahu putusnya hubungan pertunangannya dengan Roby. Mereka sangat prihatin atas kejadian yang menimpa diri anak gadis satu-satunya.

Bulan Maret ini tepat hari jadi Anindia yang ke-28. Sebuah ucapan ulang tahun dari Papa dan Mamanya telah membuatnya termenung. 

***

Anindia baru tersadar dari lamunan tentang peristiwa beberapa tahun yang lalu. Ketika sekretarisnya mengingatkan Anin bahwa jam kerja hampir usai. Pukul 16.00 kurang 15 menit.

Ini berarti tidak sampai setengah jam Anindia bisa menghadirkan kembali dengan utuh peristiwa yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Semua itu adalah peristiwa yang sangat pahit untuk dikenang. 

@hensa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun