Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi : Balada 22022022

22 Februari 2022   12:05 Diperbarui: 22 Februari 2022   19:28 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto by Pixabay

Hari yang indah Tiga Puluh Enam Tahun sudah. Aku termangu memeluk semua harapan. Di setiap relung hati, rasa syukurpun melimpah ruah. 

Mungkin hari esok masih panjang. Namun bisa juga semakin pendek dengan jarak arah jalan menuju pulang ke RumahNya. Aku masih termangu memeluk semua harapan. 

"Apakah kamu merasa akan masuk Sorga? Padahal belum datang padamu ujian berat seperti yang pernah dialami orang-orang sebelummu." FirmanNya. 

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu. 

Berbangga-bangga dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani. 

"Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu" 

Pesan-pesan Suci dari Yang Maha Hidup agar tetap tertata di hati agar tidak takabur menghadapi kehidupan yang penuh ujian ini. 

Aku masih duduk termangu berpangku lutut. Kebenaran mutlak selalu dimiliki oleh Yang Maha Benar. 

Bermegah-megah dan menebar kebanggaan kosong yang bisa melalaikan dan membuat terlena. Terperdaya dan terperosok ke jurang nista. 

Harta perhiasaan menjadi tidak berarti ketika semua harus melupakan datangnya Hari Yang DipastikanNya. 

Tidak mampu terelakkan, tidak bisa ditunda atau dimajukan. Kematian menjadi tuntas sebagai ujian pamungkas. 

Aku masih termangu memeluk semua harapan. Sambil merenung tentang kehidupan dunia yang hanya kesenangan yang menipu. Tidak ada cara apapun kecuali menghindari jebakan keji keduniawian. 

Hari yang indah Tiga Puluh Enam Tahun Sudah. Aku termangu memeluk semua harapan sambil menunggu Tiga Puluh Enam Tahun kemudian dengan penuh kebajikan. 

@hensa 22022022. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun