Bulan suci Ramadan telah pergi meninggalkan kita dengan kesucian dan keagungannya. Meninggalkan bekas yang dalam kepada setiap insan ALLAH yang bertaqwa. Maka dengan usainya Ramadhan adalah kembalinya jiwa-jiwa yang fitrah karena ampunanNya.Â
Gema taqbir Idul Fitri adalah symbol kebesaran ALLAH. Semua isi alam ini memuja kebesaranNya.Â
Pada saat itu api taqwa dalam jiwa menyala, membakar semua sendi-sendi, relung-relung dan setiap jengkal pori-pori dan pembuluh darah semata-mata hanya untuk memuja kebesaran ALLAH.Â
Merdunya gema taqbir Idul Fitri, indah dan manisnya senyum-senyum jiwa yang fitrah serta halus dan ramahnya uluran tangan maaf adalah symbol kedamaian dan ketentraman yang tercipta pada hari suci itu.Â
Kini semuanya usai sudah berganti seiring dengan hari-hari yang terlipat sementara itu perjalanan kita masih jauh.Â
Sebulan sudah kita tunaikan peribadatan puasa Ramadhan untuk menunaikan perintahNya :Â
"Wahai orang-orang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa seperti diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertaqwa" (QS 2:183).
Selama sebulan itu ALLAH memberi kesempatan kepada hamba-hambaNya untuk meningkatkan ketaqwaannya.Â
Selama sebulan itu berlangsunglah proses pencucian jiwa-jiwa yang kotor penuh daki menjadi jiwa-jiwa yang bersih.Â
Penggojlogan selama puasa itu telah melahirkan figur-figur yang baru yang fitrah yang penuh dengan cahaya taqwa dan iman yang ikhlas yang yakin dan tawakkal.Â
Figur yang senantiasa merasa bertanggung jawab atas tegaknya agama ALLAH. Figur yang optimis bahwa sudah digariskan ALLAH hanyalah Islam harapan masa depan umat manusia.
Kebangkitan Islam adalah satu-satunya jaminan penyelamatan umat manusia dari ancaman perang ideologi dewasa ini.Â
Figur yang menyadari bahwa kemenangan Islam berarti tidak akan adanya kehancuran yang mengerikan dan lenyapnya peradaban dunia.Â
Tetapi akan terciptanya negeri yang berbahagia, sebuah dunia yang damai dan sejahtera.Â
Figur yang akan membawa ciri Islam yakni keselarasan yang serasi antara pribadi dan masyarakat, antara akal dan intuisi, antara kerja dan do'a, antara bumi dan sorga, antara dunia fana dan akhirat berpadu demikian indah dan harmonis.Â
Figur-figur inilah yang teramat sangat dirindukan hadir ditengah-tengah kita. Menjadi figur ideal untuk damainya negeri.Â
Namun bisa saja kebangkitkan Islam menjadi tidak ada artinya jika kita tidak pernah berusaha untuk membangkitkan nilai-nilai Islam yang ada dalam diri kita.Â
Esok adalah langkah kita berikutnya. Lusa adalah harapan-harapan yang membawa kenyataan.Â
Sementara Ramadhan berikutnya masih merupakan do'a dan do'a. Mampukah kita kembali bersua dengan Ramadhan di depan? Â Insya ALLAH.
@hensa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H