Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Produk-produk Pilihan dari Teknologi Kromatografi Industri Gula

7 April 2021   17:29 Diperbarui: 9 Mei 2023   19:11 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sirup Fruktosa Tinggi (High Fructose Syrup) (Foto https://www.alaskahighwaynews.ca)

Teknologi pemisahan gula dalam tetes tebu (molasses) dengan cara kromatografi sudah banyak berkembang terutama di luar negeri. Sementara dii Indonesia sendiri, aplikasi dalam program diversifikasi untuk tetes ini belum diminati oleh para pengambil kebijakan. 

Harap dapat dimaklumi karena mereka hanya fokus pada produk utama Pabrik Gula yaitu gula pasir. Semua program selalu diprioritaskan untuk meraih target swa sembada gula yang hingga kini belum juga dapat dicapai.

Berbicara mengenai teknologi kromatografi maka cara pemisahan unsur gula yang ada dalam tetes ini memiliki banyak pilihan produk yang akan dihasilkan.

Pilihan pertama adalah untuk memproduksi kristal gula dari fraksi sukrosa dan gula invert dari fraksi gula reduksi sedangkan fraksi non gula dapat dimanfaatkan untuk pupuk.

Pilihan kedua adalah untuk memproduksi total sirup invert yaitu gabungan fraksi  gula reduksi dan sukrosa yang sudah diinversi.

Pilihan ketiga adalah memproduksi kristal gula dari fraksi sukrosa dan memanfaatkan fraksi non sukrosa (Glukosa/fruktosa) sebagai bahan aku untuk fermentasi etanol atau High Fructose Syrup (HFS).

Pilihan ke empat adalah memanfaatkan Total Sirup Invert menjadi HFS.

Diantara empat alternatif tersebut, pilihan ke-4 ini yang paling realistis bisa dilakukan untuk kondisi di Indonesia yaitu memanfaatkan total sirup invert menjadi HFS.  

Salah satu hasil percobaan yang telah dilakukan oleh Hongisto dan Heikilla (1977) memperlihatkan data bahwa pada fraksi sukrosa, jumlah sukrosa yang dapat dipisahkan dari komponen lain sebesar 90 persen dari sukrosa dalam tetes asal.

Sedangkan kandungan sukrosa yang dapat dicapai dalam fraksi sukrosa adalah sebesar 89 persen dari total gula yang terkandung didalamnya dan memungkinkan untuk utnuk dapat dikristalkan kembali.

Sisa sukrosa lainnya ada pada fraksi gula reduksi sebesar 2,66 persen dan pada fraksi non gula sebesar 7,33 persen.

Pada fraksi gula reduksi,  jumlah gula reduksi yang dapat diambil dari tetes asal sebesar 66,36 persen sedangkan kandungan  gula reduksi yang dapat dicapai dalam fraksi tersebut  adalah sebesar 92,4 persen dari total gula yang terkandung di dalamnya.

Pada sebuah pabrik gula berkapasitas 4.000 ton tebu per hari dengan areal 11.000 ha lahan tegalan dapat diperoleh tambahan gula sebesar 10.450 ton per musim giling.

Dengan uraian di atas ternyata gula dalam tetes merupakan peluang untuk meningkatkan produksi gula sekitar 18 persen dan merupakan potensi yang belum tergali saat ini.

Potensi Tetes sebagai Bahan Baku Gula Cair

Potensi tetes tebu sebagai bahan baku untuk pembuatan gula cair sangat terbuka dan bisa bersaing dengan bahan baku lainnya seperti ubi kayu.

Tetes tebu (molasses) adalah cairan sisa dari proses pembuatan gula pasir yang tidak bisa lagi dikristalkan.

Secara penampakan, tetes tebu adalah cairan kental berwarna coklat. Masih mengandung 30 -- 40 persen sukrosa 4 -- 9 persen glukosa dan 5 -- 12 persen fruktosa.

Selain kaya dengan kandungan gula tersebut, tetes juga mengandung abu yang cukup tinggi. Abu tersebut terdiri dari beberapa mineral seperti Calcium dan Magnesium. Juga beberapa unsur lain seperti Phosphor dan Nitrogen.

Kandungan abu ini menjadi faktor kendala yang harus disingkirkan karena sangat mengganggu dalam proses kromatografi.

Produk-produk dari teknologi kromatografi tetes tebu merupakan produk gula dalam bentuk cair.

Hingga saat ini di Indonesia, penggunaan gula cair belum banyak dipakai sebagai konsumsi gula pengganti gula pasir bagi masyarakat luas. Walaupun sebenarnya produk gula cair mempunyai potensi sebagai gula konsumsi bagi masyarakat di masa depan.

Selama ini gula cair diserap dalam industri makanan dan minuman ringan dalam bentuk sirup fruktosa tinggi (HFS).

Saat ini terdapat 6 pabrik sirup fruktosa yang berlokasi di Jatim, Jabar, Jakarta dan Lampung dengan kapasitas produksi sekitar 200.000 ton per tahun.

Mereka menggunakan ubi kayu sebagai bahan bakunya. Namun kedepan potensi bahan baku yang berasal dari pabrik gula seperti tetes dan nira dapat bersaing dengan bahan baku ubi kayu yang selama ini digunakan dalam industri sirup fruktosa.

Untuk pabrik gula dengan kapasitas 2000 ton tebu per hari dengan rendemen 7 persen maka jika diolah menjadi gula pasir akan dihasilkan 140 ton gula pasir. Namun jika diolah menjadi sirup fruktosa maka dari 2000 ton tebu diperkirakan akan dihasilkan 15 persen sirup invert  sebesar 300 ton. Kendati demikian, penggunaan tetes sebagai bahan baku gula dalam bentuk cair masih bersaing dengan penggunaan tetes untuk bahan baku fermentasi.

Fakta di lapangan tidak mudah untuk melakukan invasi usaha menuju diversifikasi produk dilingkungan industri gula. Kendala kebijakan bagi perusahaan gula di bawah BUMN selalu terbentur pada pencapaian target swa sembada gula yang belum bisa dicapai hingga saat ini.

Gula Cair dari Nira Tebu 

Gula cair adalah gula dalam bentuk sirup yang merupakan hasil inversi dari  sukrosa.  Oleh karena itu gula cair juga dikenal dengan sebutan sirup invert.

Dalam komposisi kimia nira dari tanaman tebu, paling tidak terdapat 3 jenis sakarida yang terkadung di dalamnya yaitu sukrosa, glukosa dan fruktosa.

Sukrosa adalah jenis oligosakarida yang terbentuk oleh dua molekul monosakarida yaitu satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa.

Oleh sebab itu sukrosa juga dikenal dengan sebutan disakarida. Jika mengalami hidrolisis maka sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa.

Hidrolisis dari sukrosa ini lebih popular disebut proses inversi. Glukosa dan fruktosa yang merupakan produk hasil inversi dinamakan gula invert. Sedangkan gula invert dalam bentuk larutan biasa disebut sirup invert.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan sirup invert dari nira tebu ini adalah nira dari perahan tanaman tebu. Ada tahapan awal yang penting harus dilakukan sebelum proses nira menjadi gula invert. Tahapan awal tersebut adalah proses preparasi bahan olah yaitu pemurnian bahan dengan cara Fosflotasi dan Karbonatasi.

Tahapan pemurnian bahan baku dimana nira tebu dimurnikan dengan proses pemberian sejumlah senyawa fosfat biasanya digunakan asam fosfat dengan takaran kadar tertentu.

Larutan dipanaskan dengan suhu terjaga pada 55 derajat Celcius. Kemudian disaring dan bagian yang jernih digunakan sebagai bahan sirup invert untuk proses selanjutnya.

Untuk proses karbonatasi dilakukan dengan penambahan senyawa susu kapur dengan target pH 10,5. Takaran yang digunakan adalah setiap 10 liter nira tebu dibubuhi 1 liter susu kapur. Lautan tersbut juga diberikan gas karbon dioksida dengan pH 10,5 tetap terjaga hingga tampak larutan menjadi keruh.

Dipisahkan larutan yang jernih dengan penyaringan. Larutan jernih tersebut kemudian dipekatkan menjadi 65 derajat brix.

Pemurnian pendahuluan dengan proses fosflotasi dan karbonatasi ini bertujuan untuk menjernihkan sirup sebelum proses berikutnya.

Dipilih pemurnian nira dengan cara karbonatasi karena pertimbangan dengan cara ini pengendapan partikel non gula lebih maksimal dibandingkan dengan cara yang lain seperti proses sulfitasi atau defikasi. Kandungan non gula yang minimal sangat berperan pada jaminan umur lebih panjang dari resin penukar ion yang digunakan dalam proses tahap berikutnya.

Nira pekat hasil proses pemurnian tahap awal kemduian dilewatkan dalam kombinasi resin; yaitu kombinasi A yang terdiri dari Resin Penukar Kation Kuat (IR 120) dengan resin penukar anion lemah (IRA 96) atau kombinasi B yaitu Penukar Kation Kuat (IR 120) dan Penukar Anion Kuat (IRA 900). Variable bebas dalam penelitian ini adalah jenis resin kombinasi (A atau B) serta pengaturan laju alir 1(bv/h); 2 (bv/h); dan 3 (bv/h) untuk resin kombinasi yang optimum.

Hendro Santoso dan Triantarti (2009) melakukan studi pembuatan sirup invert tebu menggunakan kombinasi resin kation dan anion. Resin yang digunakan yaitu kombinasi dari resin kation kuat (IR-120 plus) dan resin anion lemah (IRA-96) (kombinasi resin A). Kombinasi resin B terdiri dari resin kation kuat (IR-120 plus) dan resin anion kuat (IRA- 900). Kombinasi resin terbaik kemudian digunakan pada tahap penelitian selanjutnya untuk melihat pengaruh variasi laju alir pada kualitas sirup tebu yang dihasilkan.

Hasil yang diperoleh adalah dekolorisasi dengan perlakuan kombinasi A dapat mengurangi warna sebesar 77,2% sedangkan kombinasi resin B justru menaikkan warna sebesar 80,5%.

Daftar Pustaka:

  • Hendro Santoso dan Triantarti. 2009. Studi Pembuatan Sirup Invert Tebu Menggunakan Kombinasi Resin Kation dan Anion. Pusat Peneitian Gula Indonesia (P3GI).
  • Hongisto, H.J.1976. Chromatographic separation of sugar solution. British Sugar Corp. The 23rd Technical Conf. : 100-104.
  • Hongisto, H.J. dan H. Heikkila, 1977. Desugarization of cane molasses by The Finn Sugar Chromatographic separation process. Proc.ISSCT : 3031-3037.
  • Hongisto, H.J.  1980.  Process for manufacturing liquid sugar from cane molasses.  Proc. ISSCT XVII Congress: 2029-2042.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun