Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengenang Kejayaan Bisnis Gula Indonesia, Bisakah Terulang?

27 Maret 2021   15:11 Diperbarui: 28 Maret 2021   17:12 1374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proses pembuatan gula pasir yang sangat simpel dan tentu saja prosedur operasi baku yang sudah tersedia dengan akurat. Dengan menerapkan standar yang berlaku maka produksi gula pasir dapat dilakukan dengan menghasilkan produksi yang tinggi. 

Sejarah Industri Gula sudah berlangsung sangat lama sekali yaitu sejak zaman penjajahan Belanda. Bahkan Pabrik-pabrik Gula yang saat ini beroperasi merupakan peninggalan masa kolonial Belanda. 

Teknologi pembuatan gula pasir sendiri telah berlangsung sejak masa kolonial tersebut yang ternyata berhasil menorehkan tinta emas untuk industri gula Indonesia yang hingga kini mungkin belum bisa dicapai lagi.

Saat itu industri gula Indonesia (Hindia Belanda) telah berhasil mengantarkan sebagai salah satu negara pengekspor utama gula pasir terbesar di dunia setelah Kuba.

Periode emas ini berlangsung antara tahun 1928-1931 dengan jumlah produksi mencapai 3 juta ton gula yang dihasilkan oleh 179 Pabrik Gula (PG).

Pada awalnya produksi gula di Jawa mengalami peningkatan pesat setelah diperkenalkannya sistem tanam paksa pada tahun 1830.

Gula bersama dengan komoditi lain seperti nila dan kopi menjadi komoditi ekspor utama pada masa itu. Melalui sistem tanam paksa, petani yang daerahnya cocok untuk menaman tebu diperintahkan untuk menanam tanaman tersebut.

Tebu-tebu itu kemudian dikirimkan dengan harga yang telah ditentukan kepada pemborong kolonial yang akan memproses tebu itu menjadi gula untuk diekspor. Selain dijual kepada pemborong kolonial, tebu itu juga dijual kepada pabrik gula swasta.

Tebu sudah siap masuk pabrik untuk digiling pada salah satu Pabrik Gula di Jawa Timur (Foto Dokumen Pribadi/Hensa)
Tebu sudah siap masuk pabrik untuk digiling pada salah satu Pabrik Gula di Jawa Timur (Foto Dokumen Pribadi/Hensa)

Selama periode setelah berakhirnya tanam paksa, perekembangan industri gula dengan pabrik-pabrik yang dikelola swasta tetap beroperasi dengan baik.

Bahkan lahan yang dulu pernah digunakan untuk perkebunan gula, justru mengalami peningkatan secara bertahap. Antara tahun 1880-1890 jumlah area yang digunakan untuk tebu hanya sekitar 3 %.

Namun, pada tahun-tahun berikutnya jumlah area itu tersebut selalu mengalami kenaikan luas secara konsisten seiring dengan dukungan teknologi.

Kenaikan jumlah area tersebut mencapai puncaknya pada periode tahun 1929-1931 dengan 6% area gula dari seluruh lahan dengan peairan sistem irigasi.

Dengan areal industri gula saat itu yang mencapai 200 ribu ha lahan tebu dan tingkat produksi gula sebanyak sekitar 15 ton per ha. Suatu pencapaian yang sangat besar.

Pencapaian ini membuat Indonesia menjadi negara pengekspor gula pasir terbesar kedua di dunia setelah Kuba.

Prestasi ini sangat mengesankan jauh meninggalkan negara-negara produsen gula lainnya yang menjadi pesaing saat itu seperti Australia, Brazil, China, dan Filipina.

Padahal saat itu pengelolaan industri gula hanya menggunakan teknologi yang boleh dibilang masih sangat sederhana.

Demikian juga saat itu, dukungan riset dan ilmu pengetahuan sangat minim yang kondisinya tidak semaju dan secanggih seperti saat sekarang.

Namun ternyata Indonesia mampu melakukannya untuk memproduksi gula pasir jauh di atas kebutuhan dalam negeri saat itu.

Dengan berbagai sarana dan prasarana yang jauh lebih lengkap seperti sekarang, maka seharusnya Indonesia mampu mengulang kembali masa kejayaan tersebut. Bisnis gula pasir seharusnya semakin bergairah dengan prospek yang baik mengingat kebutuhan pokok ini semakin meningkat. 

Namun faktanya tidak mudah untuk mengatakan hal tersebut karena saat ini situasi dan kondisi sudah jauh berbeda dengan pada saat zaman kolonial dulu. Banyak sekali variabel pembatas yang menjadi kendala pada setiap tahapan produksi gula pasir sejak dari kebun hingga ke hilir. 

Tantangannya saat ini sangat berat karena jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah berlipat ganda. Sehingga kebutuhan gula domestik per tahunnya terus meningkat menjadi 3,5 juta ton.

Sedangkan kemampuan produksi pabrik-pabrik gula saat ini hanya bisa menyediakan gula sebesar 2-2,5 juta ton per tahun. Kekurangan kebutuhan gula nasional ini harus diperoleh dari impor.

Pernah menjadi penghasil gula terbesar nomor dua di bawah Kuba tahun 1930-an, kini Indonesia berbalik menjadi negara pengimpor gula terbesar.

Ekspor gula kita sendiri sudah terhenti sejak tahun 1966. Setahun kemudian untuk pertama kalinya  melakukan impor sebesar 33 ton pada tahun 1967.

Betapa pentingnya komoditi gula pasir dari tebu ini untuk masyarakat kita. Merupakan salah satu komoditi dalam mencukupi kebutuhan pokok masyarakat kita.

Sebagai bahan pemanis, gula pasir merupakan sumber energi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan.

Oleh karena itu sangat wajar jika komoditi gula pasir adalah bahan pokok yang diawasi langsung oleh Pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog).

Secara teknologi, proses pembuatan gula pasir sudah dikuasai sejak lama. Pada umumnya gula pasir di Indonesia menggunakan bahan baku dari tananan tebu. Beberapa negara di Eropa ada pabrik gula yang berbahan baku bit gula.

Bahan baku untuk gula pasir sangat berlimpah di negeri ini. Tanaman tebu sebagai bahan baku tumbuh subur di lahan pertanian, baik lahan pesawahan maupun lahan kering atau lahan tegalan.

Sebagian besar tebu di tanam di Pulau Jawa yang tanahnya sangat subur, kendatipun tanaman tebu harus bersaing dengan tanaman padi.

Petani tebu harus dengan cermat memperhitungkan kemampuan aspek ekonomi mereka dalam menentukan menamam tebu atau padi.

Tetapi pada umumnya beberapa lahan sawah banyak yang diperuntukan untuk menanam padi. Untuk tebu sendiri, biasanya para petani akan menanamnya di lahan kering atau tegalan. 

Pada umumnya lahan yang ditanami tebu adalah sebagian besar lahan aset daerah atau sebagian kecil saja yang milik petani. Ada juga lahan milik pabrik gula yang luasnya sangat terbatas.

Di Indonesia teknologi pembuatan gula pasir sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda. Saat itu beberapa Pabrik Gula didirikan di Pulau Jawa untuk memproduksi gula pasir. 

Bahkan hingga sekarang beberapa pabrik tersebut masih ada yang beroperasi dengan baik terutama yang ada di Jawa Timur. Hanya saja pabrik-pabrik itu sebagian besar memiliki kapasitas giling yang kecil.

Pabrik Gula yang masih beroperasi umumnya sudah mengalami rehabilitasi dengan meningkatkan kapasitas giling.

Pabrik gula dengan kapasitas giling kecil antara 1500-2000 ton tebu per hari, banyak yang bekerja sama dengan pabrik dengan kapasitas giling di atas 5000 ton tebu per hari. Atau beberapa diantara mereka malah diputuskan untuk ditutup.

Proses pembuatan gula pasir terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilalui. Tahap-tahap tersebut harus berurutan, sejak tebu dipanen hingga tebu diolah menjadi gula pasir.

Tahapan-tahapan tersebut adalah tahap seleksi tebu di emplasemen, tahapan proses penggilangan tebu menjadi nira, pemurnian nira, penguapan nira, pengkristalan dan pengeringan produk akhir. 

Proses pembuatan gula pasir yang sangat simpel dan tentu saja prosedur operasi baku yang sudah tersedia dengan akurat. Dengan menerapkan standar yang berlaku maka produksi gula pasir dapat dilakukan dengan menghasilkan out put yang tinggi. 

Benarkah sesederhana itu? Mungkinkah kita bisa mengulang kembali bisnis gula pasir yang pernah sukses seperti pada masa kolonial dulu? Jawabannya masih sangat sulit untuk ditemukan. 

@hensa 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun